Berkaraoke ria di Museum Perang Dunia II dan Trikora Morotai



KONTAN.CO.ID - MOROTAI. Wisata sejarah menjadi menu wajib bagi pelancong yang bertandang ke Morotai. Maklum, selain terkenal karena "surga" bawah lautnya, pulau yang terletak di tepi Samudera Pasifik ini juga kaya dengan peninggalan sejarah.

Bagaimana tidak, pulau terdepan di Maluku Utara itu sempat dijadikan markas tentara sekutu pada Perang Dunia II di bawah komando Jenderal MacArthur. Sejak 15 September 1944, MacArthur merebut Morotai dari Jepang dan menjadikannya sebagai pijakan terakhir dalam strategi Lompat Katak, untuk menghantam pasukan Dai Nippon di Front Pasifik.

Jejak sekitar 61.000 serdadu Sekutu yang sempat bermarkas di Morotai masih berbekas. Buktinya, sisa-sisa peralatan tempur serta perlengkapan pasukan sekutu dan Jepang banyak terkubur di sekujur Pulau Morotai.


Baca Juga: Mengintip pemandian favorit komandan tertinggi pasukan sekutu di Morotai

Museum Perang Dunia II mencoba merekam jejak-jejak historis tersebut. Terletak tak jauh dari pusat kota Morotai di Daruba, museum ini dibangun sejak tahun 2012 untuk menyambut Sail Morotai.

Museum ini tak sendirian, di sampingnya ada Museum Trikora alias Tri Komando Rakyat. Trikora adalah operasi tempur yang dirancang oleh Presiden Soekarno pada tahun 1961 untuk membebaskan Irian Barat, atau Papua saat ini, dari cengkeraman kolonialisme Belanda.

Maklum, dengan infrastruktur yang dimiliki semasa Perang Dunia II, pada awal tahun 1960-an, Morotai ampuh menjadi pangkalan udara untuk mendukung operasi tempur Trikora.

Kompleks museum ini membelakangi Samudera Pasifik. Di tengah Museum Perang Dunia II dan Museum Trikora, berdiri Monumen Trikora. Monumen yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menghadap ke muka, menyambut pengunjung yang datang dari arah kota.

Dikelilingi oleh kincir angin yang tak berputar, halaman kompleks museum ini cukup luas. Di sana ditempatkan panser dan tank baja peninggalan Operasi Trikora.

Editor: Herlina Kartika Dewi