Budget Rp 10 Triliun Untuk Transisi Energi Hijau Sampai 2030, Ini Agenda Pupuk Kaltim



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) mengalokasikan anggaran sekitar Rp 10 triliun untuk mendukung transisi energi hijau hingga tahun 2030. Sejalan dengan pemerintah, perusahaan petrokimia tersebut menargetkan net zero emissions pada tahun 2060.

Sumber pendanaan untuk anggaran tersebut berasal dari kas internal. Pundi-pundi Pupuk Kaltim memang tergolong gemuk. Selama semester I 2022 saja, bagian dari holding PT Pupuk Indonesia (Persero) itu mengantongi laba setelah pajak sekitar Rp 9 triliun atau sudah hampir mendekati kebutuhan investasi untuk transisi energi dalam delapan tahun ke depan.

Direktur Utama Pupuk Kaltim Rahmad Pribadi mengakui, transisi energi hijau tidak murah. "Tapi bukan berarti tidak menguntungkan dan jangan lupa dengan dana sebesar itu, kami menghasilkan nilai tambah baru," katanya dalam wawancara dengan KONTAN, Senin (1/8).

Baca Juga: Menyisir Peluang dan Ruang Pemanfaatan EBT Demi Merealisasikan Industri Hijau

Menurut peta jalan, Pupuk Kaltim membagi rencana pengembangan transisi energi hijau dalam empat etape atau tahapan hingga 2060. Untuk etape periode 2022-2030, perusahaan akan fokus pada tiga strategi yaitu pengembangan sirkular ekonomi, pengurangan konsumsi listrik non pabrik dan penyerapan CO2 menggunakan teknik biologi.

Strategi pertama, pengembangan sirkular ekonomi. Demi memanfaatkan limbah CO2, Pupuk Kaltim akan membangun pabrik soda ash, menghidupkan kembali Pabrik 1 khusus urea dan membenahi pabrik amonia. Perkiraan investasi yang diperlukan untuk masing-masing rencana itu kurang lebih Rp 5 triliun, Rp 1,5 triliun dan US$ 100 juta. 

Sebagai perusahaan petrokimia yang memproduksi amonia dan pupuk urea, Pupuk Kaltim menghasilkan emisi karbon dalam bentuk CO2. Dalam konsep sirkular ekonomi, limbah CO2 itu akan mereka manfaatkan kembali untuk pembuatan soda ash dan produksi amonia di Pabrik 1.

Baca Juga: Harga Petrokimia Terungkit Perang, Laba Pupuk Kaltim Semester I Melejit Rp 9 Triiliun

Soda ash adalah bahan baku penting yang digunakan dalam sejumlah industri pembuatan kaca, deterjen, sabun dan bahan kimia lain. Soda ash yang merupakan garam natrium dari asam karbonat, juga berguna untuk menaikkan pH air kolam renang hingg mengendapkan kotoran agar kolam air tetap bersih.

Sejauh ini kebutuhan soda ash dalam negeri mencapai 900.000 metrik ton per tahun. Namun seluruh kebutuhan itu dipenuhi dari impor karena belum satu pun pabrik soda ash hadir di Indonesia. Pupuk Kaltim ingin mengambil peluang pasar tersebut.

Menurut hitung-hitungan, pabrik soda ash Pupuk Kaltim yang ditargetkan beroperasi 2025 nanti memiliki internal rate of return (IRR) sekitar 13%. Jadi dengan kebutuhan investasi kurang lebih Rp 5 triliun, tingkat keuntungan yang didapatkan sekitar Rp 650 miliar.

Baca Juga: Pupuk Kaltim Rancang Energi Pendamping Biomassa, Manfaatkan Limbah Sawit Anak Usaha

Sementara pembenahan pabrik amonia akan menurunkan kebutuhan gas sebesar 4 mmbtu per ton. Kalau mengacu pada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM 89/2020 yang menetapkan harga gas industri tertentu US$ 6 per mmbtu, Pupuk Kaltim bakal menghemat belanja gas sebesar US$ 24 per mmbtu.

Ambil contoh Pabrik 2 dengan kapasitas 700.000 ton, berarti Pupuk Kaltim berpotensi menghemat pengeluaran untuk gas hingga US$ 16,8 juta. "Jadi keuntungan yang kami dapatkan dari transisi energi hijau ini tidak hanya nilai tambah laba baru tapi juga efisiensi biaya," tutur Rahmad.

Strategi kedua, pengurangan konsumsi listrik non pabrik. Saat ini Pupuk Kaltim sudah memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di area perkantoran. Hasilnya, listrik dari panas matahari menyumbang 1 megawatt (MW) atau hampir sepertiga dari total kebutuhan setrum non pabrik yang mencapai 3,5 MW.

Baca Juga: Menuju Era Blue Ammonia, Pupuk Kaltim Akan Bangun Pabrik Soda Ash Demi Manfaatkan CO2

Menyusul agenda berikutnya adalah pengoperasian motor listrik. Tujuan utamanya mengurangi emisi bahan bakar dari kendaraan operasional Pupuk Kaltim.

Strategi ketiga, penyerapan CO2 menggunakan teknik biologi. Mangrove atau hutan bakau mampu menyerap CO2. Tanaman di ekosistem lahan basah tersebut bisa menyimpan 800 ton-1.200 ton CO2 per hekatera (ha).

Sejauh ini, Pupuk Kaltim telah menanam 25.000 bibit bakau di lahan seluas 20 ha di Bontang, Kalimantan Timur. Dalam proses penanaman dan perawatannya, perusahaan melibatkan partisipasi masyarakat setempat supaya bisa sekaligus meningkatkan perekonomian mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina