Cara Maju Desa Petani Bangkit Menjadi Mandiri



KONTAN.CO.ID - MALANG. Jalan utama di Desa Wonoagung, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur di pertengahan tahun ini tak seramai ketika awal tahun. Maklum, musim panen dua komoditas buah utama desa ini sudah rampung.

Wonoagung terkenal sebagai penghasil durian dan manggis terbesar di Kecamatan Kasembon. Meski tak lagi didatangi para pembeli durian dan manggis, halaman rumah Sudarsono, salah satu petani di Wonoagung. masih ramai.

Dua karung hasil panen cengkih baru datang dari kebun. Hanya dari dua batang pohon, Darsono memanen sekitar 40 kilogram cengkih. Dari kebunnya, Darsono bisa menghasilkan hingga 2,5 ton cengkih dalam satu periode panen.


Hasil panen cengkih milik Darsono ini lebih rendah ketimbang sebelumnya yang pernah mencapai 7 ton. Pasalnya, tengah ada virus tanaman, yang menyebabkan pohon di Kasembon dan sekitarnya cengkih mengering. Walhasil, banyak para petani cengkih di wilayah ini yang gagal panen.

Cengkih dan petai merupakan dua dari berbagai komoditas buah hasil kebun milik Darsono. Hasil cuan paling besar panenan dari kebunnya Darsono adalah durian. Maklum, jumlah pohon durian yang dia tanam terus bertambah banyak, sejak dia mengambil alih kebun dari orang tuanya.

"Kalau panen buah durian, sekali panen bisa mencapai 20.000 buah lebih," kata Darsono. Dengan harga rata-rata Rp 25.000 per buah, dia bisa meraup penjualan Rp 500 juta pada satu masa panen per tahun.

Darsono merupakan salah satu petani kebun buah di Wonoagung. Dia memiliki lahan lebih dari 10 hektare yang ia tanami berbagai komoditas. Ada tanaman buah durian, manggis, cengkih, kopi, petai, hingga salak.

Baca Juga: Peternak Sapi Perah Wonoagung Perlahan Bangkit Usai Diserang PMK

Sama seperti kebun di mayoritas  warga Desa Wonoagung, kebun Sudarsono bisa dibilang bentuknya kebun tumpang sari. Artinya di satu lahan, dia menanam berbagai pohon buah. Hanya salak madu yang memiliki lahan sendiri.

Mayoritas kebun buah di Wonoagung adalah kebun rakyat, dan dikelola secara tradisional. Kepala Desa Wonoagung Edy Istiyono menyebut, tak semua warganya memiliki lahan perkebunan yang luas. Tetapi mayoritas warga punya pohon durian di lahan sekitar rumah.

Wilayah Desa Wonoagung secara umum mempunyai ciri geologis berupa tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan perkebunan dan persawahan. Oleh karena itu sebagian besar warga berprofesi sebagai petani dan peternak sapi. Produk unggulan desa ini adalah buah durian, manggis, salak pondoh, dan jeruk.

Ketika musim panen durian dan manggis yang biasanya pada awal tahun atau pas musim hujan, para tengkulak durian dan manggis berdatangan ke Wonoagung. Secara total, produksi durian di Wonoagung bisa mencapai 30 ton dalam sekali panen per tahun. 

Baca Juga: Warga Desa Wonoagung Mengolah Umbi Beracun Untuk Hasilkan Cuan

Ramainya produksi dan perdagangan buah memicu harapan Edy untuk membuat Wonoagung menjadi desa yang mandiri dengan modal dasar sektor pertanian. Sebagai gambaran saat ini Wonoagung masih masuk kategori desa maju, dengan Indeks Desa Membangun (IDM) 0.8079 tahun 2022 di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Edy akan fokus menggarap potensi yang ada di desanya mulai dari sektor pertanian, peternakan, dan pariwisata. "Masing-masing desa itu potensinya berbeda-beda. Untuk Wonoagung, potensi kami ada di pertanian, menanam apa pun bisa tumbuh. Peternakannya juga bagus, baik kambing, domba, atau sapi. Kalau memang potensinya Desa Wonoagung di situ, kenapa kami tidak mengembangkan itu untuk Pendapatan Asli Desa (PADes)," tutur Edy, saat ditemui oleh Tim KONTAN Jelajah Ekonomi Desa pada Rabu (5/7).

Meningkatnya PADes ini akan bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan Desa. Selain itu desanya tak bergantung pada Dana Desa dan Alokasi Dana Desa.

Asal tahu saja, saat ini hampir seluruh pendapatan Desa Wonoagung berasal dari Dana Desa dan Alokasi Dana Desa. Tahun 2023 ini, anggaran Dana Desa dan Alokasi Dana Desa yang diterima Desa Wonoagung masing-masing sebesar Rp 998,24 juta dan Rp 801,12 juta.

Baca Juga: Desa Wonoagung Genjot Pendapatan Desa dari Pariwisata Hingga Pertanian

Optimalkan tanah kas desa

Salah satu upaya Wonoagung untuk menjadi desa mandiri adalah mencari pendapatan dari tanah kas desa. Wonoagung memiliki sekitar 7,5 hektare tanah kas desa yang tengah diberdayakan.

Paling besar adalah pengelolaan tas kas desa seluas 5 hektare oleh badan usaha milik desa (BUMDes) Asha Wiyakta. Di lahan ini, BUMDes Asha Wiyakta yang bergerak di sektor pertanian dan perdagangan membuka agrowisata petik jeruk.

Pilihan sektor usaha BUMDes Wonoagung mempertimbangkan basis mata pencaharian utama masyarakat desa, yakni sektor pertanian.

Modal awal BUMDes sebesar Rp 70 juta yang disetor tahun 2019. Setelah itu, pemerintah desa menyuntikkan tambahan modal setiap tahun dengan nilai bervariasi. Pada 2021, total modal Asha Wiyakta mencapai Rp 336,91 juta.

Baca Juga: BUMDes Agro Wisata Mencari Investor

Selain modal awal desa, juga ditambah dengan tambahan penyertaan modal dan bantuan khusus keuangan. "Semua penyertaan berasal dari Dana Desa," kata Suwandi, Direktur BUMDes Asha Wiyakta.

BUMDes Asha Wiyakta mengelola sebagian besar tanah kas desa  yang mereka kelola menjadi objek agrowisata petik jeruk yang ada di Bukit Ganjaran. BUMDes yang didirikan tahun 2019 ini mulai menanam jeruk di akhir tahun tersebut.

Jeruk menjadi komoditas pilihan karena memiliki masa panen yang lebih dekat sejak ditanam jika dibandingkan dengan durian yang merupakan komoditas utama. Dalam tiga tahun sejak ditanam, Asha Wiyakta telah memanen jeruk.

Meski sudah panen di tahun lalu, BUMDes Asha Wiyakta baru membuka objek wisata petik jeruk tahun ini bagi masyarakat umum. Adapun hasil panen tahun lalu yang masih terbatas hanya dijual ke tengkulak.

"Seandainya pengunjung atau wisatawannya tidak ada pun, kami  tetap menghasilkan, jadi tidak ada ruginya," imbuh Edy.

Wonoagung akan terus mengembangkan usaha yang berkaitan dengan wisata maupun pertanian dan peternakan. Edy menyebut, tahun ini pihaknya merencanakan penyelesaian pembangunan kolam renang yang ada di kawasan agrowisata. Tujuannya agar bisa menambah fasilitas kepada pengunjung, sekaligus menambah penghasilan.

Bila kolam renang ini sudah rampung, agrowisata Wonoagung ini akan mulai mengenakan tiket masuk bagi pengunjung. Tak berhenti sampai di situ, Desa Wonoagung juga berencana mengadakan wisata edukasi tanaman hingga membangun penginapan di lokasi agrowisata tersebut.

Selain agrowisata, Desa Wonoagung juga berencana membuat kandang domba di tanah kas desa. Edy menyebut, pihaknya tengah membangun kandang yang diprediksikan rampung dalam tiga bulan ke depan. Total modal rencana usaha peternakan ini mencapai kurang lebih Rp 200 juta.

Baca Juga: Berkah Pandemi, Desa Wonoagung Mengembangkan Agrowisata Petik Jeruk

Namun, berbagai rencana ini tak bisa direalisasikan secara instan. Pasalnya untuk agrowisata edukasi, tanaman-tanaman yang baru ditanami, seperti durian, manggis, petai dan lainnya membutuhkan waktu sekitar 4-5 tahun hingga berbuah. Pembangunan penginapan pun perlu anggaran dan waktu yang lama untuk bisa direalisasikan.

Edy belum bisa memastikan berapa besar PADes yang bisa didapatkan dari berbagai upaya yang tengah berjalan. "Harapan kami, mungkin di 2-3 tahun ke depan baru kelihatan. Paling tidak, minimal Rp 100 juta dari situ,” tutur dia.

Target PADes tersebut naik drastis mengingat tahun 2022 lalu Desa Wonoagung baru mencatat PADes sebesar Rp 11 juta dari sewa lahan desa. Tahun ini, Wonoagung optimistis PADes meningkat.

BUMDes Asha Wiyakta menargetkan penjualan hingga Rp 40 juta untuk 2023. Bahkan, target penjualan BUMDes tahun depan mencapai Rp 80 juta jika kebun berbuah maksimal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar