KONTAN.CO.ID - JAKARTA PT Cisadane Sawit Raya Tbk (Kode Saham Bloomberg: CSRA IJ) mengumumkan laporan keuangan yang telah diaudit untuk FY19. Selama tahun 2019, Perusahaan mencatat pendapatan penjualan sebesar Rp492,3 miliar, dibandingkan dengan Rp567,8miliar pada tahun 2018. Pendapatan yang lebih rendah ini disebabkan oleh harga jual rata rata yang lebih rendah terkait pelemahan harga jual Tandan Buah Segar (TBS) maupun Crude Palm Oil (CPO) sepanjang tahun 2019. Meskipun demikian, Perusahaan berhasil meningkatan produksi TBS secara internal dengan Compounded Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 15% selama periode 2015-2019. Perusahaan juga membukukan laba kotor FY19 Rp191,8 miliar, yang sedikit lebih rendah dibandingkan angka 2018 di Rp216,2 miliar. Meskipun pencapaian angka laba kotor ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, Perusahaan berhasil meningkatkan profil marjin kotornya sekitar 100bps dari 38% pada 2018 menjadi 39% pada 2019, yang menunjukkan tren positif. Key Highlights • Selain harga jual yang lebih lemah, pencapaian pendapatan CSRA yang lebih rendah pada tahun 2019 juga disebabkan oleh volume penjualan CPO yang lebih rendah, yang turun sekitar 12% YoY. Namun demikian, produksi CPO yang lebih rendah ini disebabkan oleh inisiatif perusahaan untuk menurunkan pembelian TBS dari pihak ketiga, yang memiliki hasil OER lebih rendah dan mengalokasikan fokus yang lebih tinggi pada peningkatan produktivitas kebun internal. Hal ini tercermin pada kemampuan CSRA untuk meningkatkan produksi TBS internal sebesar 10% YoY dan telah berhasil meningkatkan OER-nya pada tahun 2019, menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengimplementasikan program peningkatan operasional jangka panjangnya.
• Laba Bersih FY19 untuk Tahun yang Dapat Diatribusikan kepada Entitas Induk adalah Rp28,78 miliar, di mana meningkat sebesar 6,1% YoY dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini menghasilkan marjin bersih 5,85%, yang telah mengalami peningkatan sebesar 110bps dibandingkan tahun sebelumnya. • Pada 31 Desember 2019, CSRA mencatatkan total aset sebesar Rp1.37 triliun, lebih tinggi dari angka 31 Desember 2018 sejumlah Rp1,28 triliun. Sementara itu, total liabilitas FY19 CSRA berada pada angka Rp903,66 miliar dibandingkan Rp841.73 miliar pada 2018. • Net Debts/Equities di FY19 berada pada level 1,45x, sedikit lebih tinggi dari level 2018 di 1,36x. Sepanjang tahun keuangan 2019, terjadi sedikit perlambatan pada pendapatan CSRA sebesar 13,3% menjadi Rp492,3 miliar. Hal ini terutama juga disebabkan oleh volume penjualan CPO CSRA yang lebih rendah serta pelemahan harga jual rata-rata yang pada 2019 dibandingkan tahun 2018 baik untuk TBS dan CPO. Volume produksi CPO yang lebih rendah ini merupakan hasil dari program manajemen produksi jangka panjang perusahaan untuk mengurangi pembelian TBS dari pihak ketiga yang memiliki OER lebih rendah dibandingkan dengan TBS internal. Oleh karena itu, perusahaan telah mengalokasikan fokus yang lebih besar untuk memaksimalkan produktivitas kebun internalnya. Produksi TBS internal tumbuh sekitar 10% YoY pada tahun 2019. Selain itu, perusahaan juga berhasil menunjukkan kemampuannya untuk mencatat OER yang lebih baik dari 19,4% pada 2018 menjadi 20,1% pada 2019. Hasil pertumbuhan operasional yang solid pada tahun 2019 ini kembali menegaskan keyakinan manajemen CSRA akan kemampuan perusahaan untuk bertumbuh dengan kuat di tahun-tahun mendatang. Profil usia tanaman yang relatif muda serta implementasi perusahaan dalam menerapkan praktik terbaik manajemen perkebunan akan menjadi landasan yang kuat untuk mempercepat pertumbuhannya ke depan. Selain itu, perusahaan saat ini mengelola lima perkebunan, di mana kelima kebun tersebut berlokasi di wilayah Sumatra. Pulau terpadat ke-2 di Indonesia ini, karenanya, memberikan CSRA basis pelanggan yang luas. Ditambah lagi, lokasi perkebunan yang strategis ini juga membantu perusahaan untuk mengelola akses logistik untuk berada lebih dekat kepada pelanggan, memperkuat keunggulan kompetitif distribusinya. Yang paling penting lagi, kualitas produk yang telah terbukti dan hubungan jangka panjang dengan pelanggan juga menguntungkan CSRA untuk terus menjadi preferensi utama pelanggannya. Patut dicatat bahwa pelanggan CSRA sebagian besar terdiri dari pemain CPO hilir terkemuka. Peningkatan matriks-matriks produktivitas yang telah disebutkan sebelumnya yaitu pertumbuhan produksi TBS internal dan tingkat OER juga telah membantu meningkatkan profitabilitas perusahaan. Marjin Laba Kotor telah meningkat sekitar 100bps dari 38,1% pada 2018 menjadi 39% pada 2019. Hal ini, juga difreleksikan ke dalam marin EBIT 2019 yang meningkat. Marjin EBIT CSRA naik dari 21,55% pada Desember 2018 menjadi 22,49% pada Desember 2019, mewakili peningkatan marjin 95bps YoY. Laba bersih CSRA berada pada angka Rp28,78 miliar selama FY19, menunjukkan peningkatan sebesar 6.1% YoY dibandingkan dengan laba bersih FY18 di Rp 27,13 miliar. Hal ini, mendorong peningkatan marjin laba bersih menjadi 5,85% pada akhir 2019, sebesar 1,1ppts lebih tinggi dari tingkat 2018. Secara keseluruhan, profil profitabilitas yang lebih kuat ini telah memperlihatkan fokus utama perusahaan dalam mendorong pertumbuhan melalui pengembangan bisnis yang berkelanjutan bersama dengan inisiatif pengendalian biaya yang kuat untuk meningkatkan nilai pemegang saham.