Drama Panjang PKPU KCN, Majelis Hakim Tunda Pengesahan Putusan Damai



KONTAN.CO.ID - Jakarta Langkah serius PT Karya Citra Nusantara untuk menyelesaikan perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) masih saja menghadapi kendala. Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim yang dijadwalkan pada Kamis (14/05/2020) untuk melakukan legitimasi atau pengesahan terhadap putusan hasil voting, ditunda.

Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim menunda penetapan putusan dengan perpanjangan waktu 60 hari dari sekarang, ujar Hakim Ketua Robert membacakan hasil Musyawarah Majelis yang hanya berlangsung selama 10 menit, dalam rapat yang dimulai sekitar pukul 16.00 WIB, meski debitur dan para kreditur telah hadir di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sejak pukul 09.00 WIB.

‘’Setelah menerima rekomendasi dari hakim pengawas, bahwa sampai hari ini belum mendapatkan laporan hasil rapat perdamaian dari pengurus karena yang bersangkutan mendadak sakit dan dibawa ke rumah sakit,’ ujar Robert.


Alasan sakit tersebut agak mengejutkan pihak KCN karena salah satu tim kuasa hukum KCN masih sempat bertemu dan berbincang dengan pengurus PKPU Arief Patramijaya tentang kelanjutan sidang, sekitar pukul 10.00 WIB saat menanti Rapat Permusyawaratan Mejelis Hakim, namun memang sekitar pukul 12.00 WIB, pengurus sudah tidak kelihatan di sekitar lokasi sidang.

Kuasa Hukum KCN, Agus Trianto sangat menyayangkan keputusan hakim menunda pengesahan perdamaian, pasalnya, dalam UU No.37/2004, tentang kepailitan dan PKPU pasal 284 ayat 3, menyatakan bila pembacaan pengesahan putusan perdamaian tidak dapat dilakukan dalam 45 hari, UU mengakomodir penundaan pembacaan putusan dapat dilakukan paling lambat 14 hari sejak dibacakannya penundaan.

‘’Dalam praktek yang berjalan selama ini, proses laporan ini harusnya sudah masuk H-1 sebelum pembacaan, atau paling lambat pagi ini, karena hasil voting sudah ada, jadi rapat majelis sebenarnya membacakan pengesahan perdamaian yang telah diputuskan,’’ ujar Agus, karenanya kami akan segera berkomunikasi dengan pengurus, untuk menyelesaikan laporannya kepada hakim pengawas, sehingga proses pembacaan pengesahan perdamaian dapat segera dilaksanakan, tambah Agus.

Hakim Ketua Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim mengatakan hingga Kamis (14/05/2020), pukul 16.00 WIB, laporan hasil voting belum diterima, serta masih adanya keberatan yang diajukan oleh pemohon PKPU yakni Juniver Girsang bersama pihak ketiga yang menerima hak tagihnya Brurtje Maramis, dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) melaporkan KCN ke kepolisian atas tuduhan penggelembungan asset.

Padahal rapat voting yang digelar Rabu (13/05/2020), sudah selesai dilaksanakan sebelum pukul 13.00 WIB, dengan hasil sebanyak 88,43% jumlah kreditur menyetujui rencana perdamaian, sisanya sebanyak 11,57% tidak setuju

Seluruh Tagihan KBN Ditolak

Juniver Girsang dan Brurtje Maramis menolak proposal damai yang diajukan oleh KCN, sedangkan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) maupun kuasa hukumnya tidak menghadiri rapat persidangan pemungutan suara. Dalam daftar tagihan tetap yang dibacakan oleh Pengurus PKPU Arief Patramijaya, tagihan yang diajukan Juniver bersama pihak ketiga yang menerima hak tagihnya, hanya diakui untuk tagihan pokok masing-masing sebesar $900.000 dan $100.000.

‘’Bagi yang masih menolak silakan mengajukan keberatan terhadap daftar piutang kepada Majelis dan Hakim Pengawas,’’ ungkap Arief Patramijaya usai voting berlangsung, untuk menanggapi keberatan dari kuasa hukum Juniver Girsang dan Brurtje Maramis atas penolakan terhadap tagihan bunga dan denda masing – masing-masing senilai $248.400 dan $6.000, ditolak.

 Atas tagihan yang diajukan oleh PT Kawasan Berikat Nusantara tak satupun diakui oleh pengurus, padahal pemegang saham minoritas PT KCN ini, mengajukan dua tagihan masing-masing sebesar Rp 114.223.023.336, yang di klaim sebagai pembayaran atas dividen dan tagihan tambahan senilai Rp 1.546.710.100.000, yang di klaim sebagai potensi piutang terkait perkara Peninjauan Kembali (PK).

Dalam proposal damainya, KCN menjelaskan pembagian dividen belum pernah dilakukan perusahaan sejak 2015, karena setiap kali dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan salah satu agenda untuk menetapkan pembagian dividen, belum sekalipun terlaksana. Terakhir kali KCN mengundang RUPS Luar Biasa dengan salah satu agenda rencana pembagian dividen, itupun kembali berakhir deadlock.

‘’Bagaimana bisa membagikan deviden, bila belum diputuskan dalam RUPS,’’ ujar Kuasa Hukum KCN Agus Trianto. Dividen adalah hak seluruh pemegang saham yakni PT Karya Teknik Utama (KTU) dan PT KBN, jadi pasti tidak akan hilang, tidak ada yang dirugikan, deviden tersebut pasti akan dibagikan bila sudah disetujui oleh RUPS atau RUPSLB, bukan ditagih dalam perkara PKPU, tutur Agus.

KCN Mempertimbangkan Tuntutan Balik

Tagihan susulan KBN dengan nilai fantastis, cukup mengejutkan. KBN yang memiliki saham di KCN sebesar 15% sebagai wujud good will karena memiliki akses jalan menuju Pelabuhan Marunda, sangatlah tidak mendasar. Perusahaan yang dinahkodai Sattar Taba itu, tidak sepeserpun menyetorkan atau mengeluarkan modal untuk membiayai pembangunan pelabuhan Marunda mulai dari pier I hingga pier II yang masih berlangsung.

Seluruh pembangunan dermaga yang direncanakan hingga pier III tersebut, sesuai dengan kesepakatan awal, ditanggung disepenuhnya oleh PT KTU sebagai pemilik 85%  saham di KCN. Pembangunan pelabuhan khusus curah tersebut sejak awal tidak sepeserpun melibatkan uang negara baik melalui APBN maupun APBD. Bahkan KTU dengan komitmennya menopang sepenuhnya operasional KCN, bisa menerima keputusan PKPU yang menolak sebagian tagihannya atas pembayaran dividen, sama dengan tagihan KBN.

Dalam upaya KCN mendapatkan keadilan, beberapa hari sebelum pengurus PKPU menetapkan daftar tagihan tetap, operator pelabuhan Marunda tersebut, mendapat laporan bila pihaknya dilaporkan KBN ke kepolisian dengan dugaan penggelembungan piutang untuk menghindari kepailitan, yang diungkapkan oleh Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi usai rapat voting, Rabu (13/05/2020)

Kuasa Hukum KCN Agus Trianto menuturkan pihaknya tengah mempertimbangkan kemungkinan untuk menuntut balik pihak-pihak yang sudah berkolaborasi dengan sengaja ingin mempailitkan KCN dengan tuduhan penggelembungan asset. ‘’Tagihan-tagihan yang ada harus memiliki dasar hukum dan dasar pendukung yang jelas sehingga pengurus secara kredibel melihat apakah tagihan –tagihan tersebut benar-benar real, kemudian masuk ke tahap verifikasi,’’ papar Agus.

Bila tuduhan itu tidak terbukti, berarti sudah mencemarkan nama klien kami, juga mencemarkan nama baik pengurus dan pengadilan, bila ternyata tuduhan itu tidak memiliki bukti-bukti, ada kemungkinan KCN akan menuntut balik, tegas Agus. 

Editor: Ridwal Prima Gozal