Gentengkulon Membangkitkan Ekonomi Warga Lewat Kuliner Kaki Lima



KONTAN.CO.ID - BANYUWANGI. Jika Anda mengunjungi Desa Gentengkulon di akhir pekan, cobalah bertandang ke Jalan Wahid Hasyim atau ke Ruang Terbuka Hijau (RTH) Maron saat sore hingga malam hari. 

Anda akan disuguhi keramaian pedagang kuliner, dari jajanan tradisional hingga makanan ala Korea. Di RTH Maron, tak hanya suasan asri pepohonan menyambutAnda, tapi juga deretan jajan, beragam permainan anak-anak, hingga dokar hias. 

Suguhan tersebut merupakan upaya dari Pemerintah Desa Gentengkulon untuk membangkitkan ekonomi usai terdampak pandemi Covid-19. Maklum, pandemi Covid-19 memang memukul semua lini ekonomi dari usaha besar hingga usaha mikro kecil di desa yang berada di Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi, tersebut.


Kepala Desa Gentengkulon Supandi menceritakan, dengan dampak dari pandemi, Pemerintah Desa (Pemdes) berpikir bagaimana agar ekonomi masyarakat yang terpuruk bisa bangkit kembali. Makanya, Pemdes bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat berkumpul mencari solusi bagaimana membangkitkan ekonomi masyarakat.

Dari musyawarah tersebut, didapatkan adanya potensi lahan dan sarana milik Pemerintah Daerah (Pemda) Banyuwangi yakni RTH Maron dan trotoar sepanjang Jalan Wahid Hasyim. 

Baca Juga: Kunci Kemandirian Desa Gentengkulon Pelayanan dan Pemberdayaan Warga

Supandi mengatakan, penggunaan trotoar sebagai tempat berjualan pedagang kaki lima (PKL) diakui memang melanggar peraturan daerah. Masalahnya, wilayah Desa Gentengkulon tak begitu luas sementara penduduknya padat. 

"Sebenarnya itu menyalahi aturan daerah. Kami izin karena enggak ada tempat lain. Kami terpaksa gunakan lahan Pemda untuk mencukupi kebutuhan hidup dengan berdagang dan menghidupkan UMKM," kata Supandi kepada Tim Jelajah Ekonomi Desa 2023, Rabu (10/5).

Sebagai informasi, Desa Gentengkulon memiliki luas wilayah 466.768 hektare yang meliputi lima dusun, 18 RW dan 159 RT. Kelima dusun tersebut yakni Dusun Krajan, Dusun Sawahan, Dusun Kopen, Dusun Maronm dan Dusun Jenisari. Adapun jumlah penduduknya sebanyak 23.066 warga. 

"Gentengkulon ini sempit wilayahnya. Terdiri dari lima dusun tapi penduduknya padat. Banyak lahan pemerintah yang dipakai masyarakat termasuk di antaranya RTH, trotoar, Pasar Genteng 1, dan Pasar Genteng 2 juga yang dipakai untuk pengusaha-pengusaha yang ada di desa Gentengkulon," imbuhnya.

Dari adanya lahan dan sarana Pemdes tersebut, Pemdes memutuskan untuk memanfaatkan lahan yang ada baik RTH, trotoar, dan pasar Genteng 1 dan 2 sebagai aktivitas ekonomi. 

"RTH itu milik Pemda Banyuwangi tapi kami memang izin agar lahan itu bisa dimanfaatkan dan hasilnya bisa digunakan oleh warga Gentengkulon. Dari izin Pemerintah Daerah yang disetujui kita bangun satu usaha yang ada di sana. BUMDes yang tadinya ada di Balai Desa kami geser ke RTH," jelasnya. 

Selain itu ada pula bangunan lapak-lapak pedagang di RTH dan sepanjang trotoar jalan Wahid Hasyim. Uniknya Supandi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa bagi masyarakat desa yang ingin berdagang disana. SK juga dikeluarkan bagi warga yang ingin menjadi tukang parkir di sekitar kawasan kuliner di sana. 

"Kami buatkan SK dulu. Kami kumpulkan masyarakat untuk cari usulan apa yang bisa untuk memunculkan ekonomi kemudian muncul PKL untuk UMKM. Ada lahan parkir, lahan untuk main anak-anak, termasuk juga adalah transportasi tradisional berupa dokar. Juga wisata burung berkicau," ujarnya.

Baca Juga: Tugas BUMDes Lembu Suro Tidak Sekadar Cuan, Tapi Memaksimalkan Manfaat

Para pedagang di RTH berada di bawah naungan BUMDes Lembu Suro. Awalnya pemerintah desa tidak meminta kontribusi dari pemasukan para pedagang di sana. Hal tersebut agar pedagang dapat menstabilkan dahulu ekonominya usai diguncang pandemi. Saat ini BUMDes memberikan kontribusi kepada desa sebesar 25% dari hasil pendapatannya selama setahun. 

Dengan adanya lapak berjualan di sepanjang jalan Wahid Hasyim dan RTH Maron, kini perlahan ekonomi masyarakat desa mulai bergeliat. 

"Dampak bagi desa mengurangi pengangguran di Gentengkulon dan menghapus pelan-pelan kemiskinan di sini. Sekarang yang ajukan bantuan sudah berkurang karna mereka buka lahan jualan untuk penuhi kebutuhan. Berkurangnya pengajuan usulan bantuan sosial karena mereka gunakan lahan Pemda untuk berjualan," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: A.Herry Prasetyo