Kadin Beberkan Sejumlah Tantangan dan Pendorong Pengembangan Industri Hijau



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA.  Pengembangan ekonomi hijau atau green economy tidaklah semudah membalikkan telapak pangan. Upaya pemerintah untuk mengurangi emisi sebanyak 29% pada 2030 dan net zero emission (emisi nol bersih) pada 2060 tidaklah gampang. Ada segudang tantangan yang harus dilalui, utamanya kesiapan dari sisi pendanaan, teknologi dan regulasi.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid mengatakan, pengembangan industri hijau di Indonesia memang tengah berjalan ke arah positif. Ia bilang saat ini lembaga keuangan lebih tertarik memberikan subsidi ke pembangunan infrastruktur dengan konsep industri hijau.

Dengan demikian, harapannya, industri mendapatkan bunga kredit yang lebih mudah. "Inovasi pembiayaan ini juga diharapkan dapat menarik investor untuk berfokus pada pengembangan industri hijau," ujar Arsjad dalam keterangan tertulis kepada KONTAN.


Arsjad mengatakan, hingga Juni 2021, tercatat 152 dari sekitar 16.000 perusahaan industri yang turut menjadi peserta penghargaan industri hijau tahun 2021. Dari 152 perusahaan tersebut telah mencapai penghematan energi sebesar Rp 3,4 triliun dari efisiensi listrik dan Rp 228,9 miliar dari total efisien air.

Baca Juga: Widodo Makmur Perkasa Optimistis Bisa Capai Efisiensi Hingga 20% dari Energi Hijau

Sementara itu, sampai 2021 telah terbit 31 peraturan menteri seputar standar industri hijau dan 44 industri manufaktur yang telah tersertifikasi.

Dari program penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), berdasarkan hasil capaian yang telah diverifikasi untuk tahun pelaporan 2021, hingga tahun 2020 telah berhasil dilakukan penurunan emisi hingga 2.730.564,26 ton karbon dioksida setara dengan 99,3% dari target Nationally Determined Contribution (NDC) tahun 2030 sektor industri.

Namun Arsjad mengatakan, kendala besar yang dihadapi dalam pengembangan green economy adalah pendanaan dan teknologi. Ia bilang, untuk hal ini, kerjasama dan kemitraan antara publik dan swasta dapat menjadi kunci menghadapi kedua tantangan ini.

"Pemberian insentif seperti pajak dan tarif juga penting untuk mengakselerasi pemberdayaan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia, dengan membuat EBT kompetitif dibandingkan dengan energi fosil dan membentuk pasar yang menarik bagi investor,"terangnya.

Selain itu, ia bilang masih banyak diperlukan teknologi dan penelitian serta pengembangan atau litbang yang dapat diterapkan dengan kebutuhan energi nasional. Menurut Arsjad saat ini, industri masih banyak menggunakan teknologi absolut sehingga dibutuhkan restrukturisasi proses dan permesinan untuk meningkatkan efisiensi produksi.

Baca Juga: Ketua Umum Kadin Optimistis Pengembangan Industri Hijau di Indonesia ke Arah Positif

Jadi selain suku bunga bank komersil yang masih tinggi, industri permesinan nasional untuk mendukung pengembangan industri hijau pun masih harus dipacu. "Kami pun dari dunia usah berharap agar kualitas dan kompetensi SDM industri hijau ini bisa terus ditingkatkan," harap Arsjad.

Arsjad juga mendorong adanya insentif bagi pengembangan industri hijau. Berupa: pertama, peningkatan akses ke sumber pembiayaan yang terjangkau dan tepat. Kedua, kolaborasi antar negara untuk mempercepat transisi energi menuju emisi nol bersih. Ketiga, mempercepat pengembangan dan adopsi infrastruktur digital dan perbaikan regulasi jasa keuangan global untuk mencapai keseimbangan lebih baik antara pertumbuhan dan stabilitas.

Pihaknya juga mendorong terciptanya kerjasama yang intensif dengan berbagai negara, organisasi internasional dan lembaga pendanaan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya akses bantuan teknologi serta pendanaan.

Diperlukan juga program-program restrukturisasi mesin ramah lingkungan dengan dukungan kebijakan dan regulasi dari pemerintah yang mencakup standarisasi industri hijau hingga manajemen rantai pasok juga insentif fiskal dan non fiskal seperti green financing , pelatihan, sertifikasi. Demikian juga dengan pemberian fasilitas de-risking untuk meningkatkan bankablility proyek infrastruktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli