Kisah Teuku Mukhlis Yang Kembali Pulang Usai Menempa Ilmu di Jepang



KONTAN.CO.ID -  ACEH TIMUR. Mengembangkan potensi terpendam bernilai ekonomi tinggi dari suatu desa bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan sosok dengan keahlian yang tinggi secara teknis sekaligus mental baja untuk mengawal masyarakat pedesaan mencapai kemajuan yang diharapkan.

Teuku Mukhlis, salah satunya. Ia adalah salah satu tokoh penting bagi perkembangan Desa Meunasah Asan. Ia seperti terlahir untuk desa tersebut berkat keahliannya di bidang perikanan. Saat ini, ia berperan sebagai pendamping kelompok petani tambak bandeng Bina Sejahtera Insani.

Ketika kecil, Mukhlis sudah punya cita-cita menggeluti dunia perikanan dan ikut sekolah menengah di bidang perikanan di Banda Aceh. Setelah lulus Mukhlis mendaftarkan diri magang sebagai anak buah kapal (ABK) kapal tuna di Jepang. "Saya belajar ilmu penangkapan ikan tiga tahun di Jepang," ujar dia ketika ditemui Kontan di Meunasah Asan, Rabu (3/5).

Mukhlis kembali ke Aceh saat situasi tidak kondusif, lantaran perang antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Indonesia sedang berkobar. Khawatir dengan keselamatannya, ia menetap di Jakarta sembari kuliah di sekolah tinggi ilmu perikanan, tepatnya di jurusan penyuluhan perikanan. Usai lulus, Mukhlis sempat bekerja di Semarang selama satu tahun.

Baru tahun 2010 Mukhlis kembali ke kampung halamannya, dan kebetulan di sana berkembang budidaya bandeng. Kala itu, ia bekerja sebagai penyuluh di Canadian Cooperative Association dengan peran sebagai penyuluh perikanan air tawar. "Saya mulai nol, karena tidak punya relasi sewaktu kembali ke Aceh," kata dia.

Berkat keahliannya memberikan pendampingan budidaya ikan ke warga, Mukhlis direkrut Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). Oleh BSI, Mukhlis diberi kesempatan mengurus program sosial BSI Maslahat di Desa Meunasah Asan. Di sana, ia mendapat tugas membina petambak bandeng untuk mengembangkan budidaya bandeng berorientasi ekspor.

Tak mudah bagi Mukhlis menjalankan program tersebut. Desa Meunasah Asan masih dipandang sebagai desa yang tertinggal dengan berbagai keterbatasan infrastruktur. Mukhlis harus berhadapan dengan karakter masyarakat pesisir yang kerap memiliki pemikiran instan.

Butuh waktu dan strategi bagi Mukhlis agar bisa mengajak petambak bandeng tradisional menuju budidaya modern berorientasi ekspor. Tak jarang, Mukhlis berhadapan dengan petambak yang kontra atas pendampingan yang mereka lakukan. Di situlah kemampuan negosiasinya di bidang penyuluhan perikanan diuji.

"Di tahap awal kami menyampaikan program budidaya secara detail dan transparan," jelasnya. Setelah mendapatkan kepercayaan beberapa orang, Mukhlis menginisiasi pembentukan kelompok petani tambak Bina Sejahtera Insani yang diketuai Muzakir, dan sekarang memiliki 75 anggota.

Selain itu, Mukhlis merekrut Muhammad Yusuf, mantan kombatan GAM memiliki kemampuan organisir yang baik dalam merangkul para petani tambak lainnya bergabung. Bertahap, anggota kelompok Bina Sejahtera Insani diajari teknik mengelola tambak bandeng secara modern. Sejumlah inovasi dilakukan Mukhlis, salah satunya memasang panel surya di tambak. "Karena lokasi tambak tidak dialiri listrik PLN," kata Mukhlis.

Panel surya mengalirkan listrik ramah lingkungan ke kincir di tambak. "Kincir air menghasilkan lebih banyak oksigen di air. Sehingga populasi ikan bertambah dan panen naik signifikan," jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri