Morotai adalah "Maladewa" Indonesia penghasil tuna terbesar



KONTAN.CO.ID -MOROTAI. Tuna menjadi komoditas perikanan andalan Kepulauan Morotai, destinasi wisata yang dijuluki "Maladewa" Indonesia. Tak heran dari Daeo Majiko sampai Sangowo dan Bere-Bere yang berada di Morotai Timur banyak bermukim nelayan penangkap tuna. Sementara di ujung selatan pulau Morotai mayoritas tangkapan nelayan ialah jenis ikan karang yang biasanya berada tak jauh dari permukaan laut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebelumnya sempat menyatakan potensi tuna Morotai mencapai 200.000 ton setiap tahunnya, hanya saja baru tergarap sekitar 20%. Secara total, potensi perikanan tangkap di Morotai tak kurang 1,7 juta ton per tahun. Untuk memaksimalkannya Morotai ditunjuk agar memiliki Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT).

Baca Juga: Pariwisata di Morotai kini menjadi harapan bagi para perajin pernak pernik


Persiapan SKPT di Morotai memakan waktu yang cukup lama. Terhitung sejak 2015 lalu, Merly Neyland sebagai tenaga pemberdayaan yang diampu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan pihaknya melakukan survei dan mengajak para nelayan agar mau berkoperasi.

Selang setahun secara intens Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) di dirikan di Daeo Majika, Kecamatan Morotai Selatan. Kawasan tersebut telah dilengkapi cold storage dan mesin produksi ice flake yang membantu penyimpanan ikan agar tetap awet saat pengantaran.

"Sambil bikin bangunan di 2017 lalu, KKP juga kasih bantuan ke nelayan berupa kapal yang awalnya sekitar 20 dengan ukuran 3 Gross Tonage (GT) dan 5 GT," sebut Merly yang saat ini menjabat sebagai Field Manager SKPT Morotai ditemui di PPI, Rabu (4/9). Tak berhenti disana di tahun kemarin KKP menambah bantuan kapal lagi sebanyak 102 unit dan di tahun ini bakal diadakan penyediaan lagi sebanyak 85 unit.

Baca Juga: Morotai, surga di timur yang masih minim listrik, transportasi laut dan udara

Sedangkan pembangunan fasilitas PPI seluruhnya berasal dari dana hibah Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Menurut Merly sebanyak Rp 70 miliar penggunaan sudah terserap di PPI, sedangkan anggaran lainnya bakal diperuntukkan untuk pembangunan pasar ikan di Daruba, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Morotai.

Penambahan kapal terbukti menaikkan tangkapan ikan tuna nelayan di Morotai. Berdasarkan hasil rekap PPI Daeo Majiko saja sampai Juni 2019 tangkapan ikan yang diterima mencapai 108,2 ton, sedangkan capaian tangkapan sepanjang 2018 lalu hanya 68,2 ton.

Nostenly Derson Bungan, Ketua Koperasi Tuna Selatan PPI Daeo Majiko saat ini nelayan telah mempercayai koperasi untuk menampung tangkapan mereka. Dahulu memang para nelayan punya pengalaman buruk dengan banyak koperasi yang diinisiasi oleh pemerintah daerah, namun dari segi harga tidak menguntungkan.

"Seringnya ikan di bawa ke supplier langsung tapi belum dibayar. Pengalaman berkoperasi ini tidak memberikan teladan," ujarnya ditemui di PPI Daeo Majiko. Akhirnya koperasi yang dibentuk hanya sebagai administrasi kalau ada bantuan disalurkan lalu bubar dengan sendirinya.

Baca Juga: Blibli.com dukung ‘Wonderful Indonesia’ melalui promosi destinasi prioritas

Saat ini Koperasi di PPI ini tengah menumbuhkan kepercayaan nelayan dengan langsung membayar tunai setiap tangkapan. Kas koperasi pun cukup lebar karena mampu membayar hingga Rp 900 juta per hari untuk setiap tangkapan tuna dari nelayan. Tak heran saat ini PPI sibuk dan produktif, paling tidak bisa menampung hingga 1-3 ton ikan tuna per hari.

Selain dijual gelondongan, alias ikan tuna utuh, di PPI masih ada produk loin atau tuna yang sudah dipisahkan dari tulang dan kepala. Teknik loin dikerjakan secara manual dan mampu dilakukan oleh pekerja di PPI.

Berkat keberhasilan produksi ini, ikan tuna yang ditampung PPI sudah merambah pasar global. Beberapa kali ikan tuna tersebut diekspor ke Vietnam dan Amerika lewat penyaluran terlebih dahulu dari pelabuhan di Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini