Pengembangan Wisata Hijau di Indonesia: Konsep, Kriteria dan Pedomannya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia mulai merintis pengembangan pariwisata berkelanjutan alias sustainable tourism. Melihat ancaman pemanasan global, agaknya konsep wisata hijau sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan demi menjaga masa depan dan kehidupan yang lebih baik.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga mengklaim tidak lagi fokus mengejar angka kunjungan wisatawan semata, tapi juga mendorong pariwisata berkelanjutan di Tanah Air.

Pariwisata berkelanjutan atau wisata hijau adalah pengembangan konsep berwisata yang dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Tak sekadar melepas penat, wisata hijau mengusung konsep peduli lingkungan, sosial, budaya, hingga ekonomi berkelanjutan. Semua pihak terlibat dan berperan aktif dalam pengembangan wisata hijau, baik pengelola, masyarakat lokal hingga wisatawan.


Baca Juga: Menengok Kariangau Terminal, Calon Pelabuhan untuk Logistik Ibu Kota Nusantara (IKN)

Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno tahun lalu sudah merilis panduan tentang destinasi pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menparekraf Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Menparekraf Sandi Uno menetapkan aturan ini pada 30 Juni 2021 dan diundangkan pada 7 Juli 2021.

Mengacu Permenparekraf No 9/2021, pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang memperhitungkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan saat ini dan masa depan, memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan dan masyarakat setempat. Konsep ini juga dapat diaplikasikan ke semua bentuk aktivitas di semua jenis destinasi wisata, termasuk wisata massal dan berbagai jenis kegiatan wisata lainnya.

Baca Juga: Mengusung Konsep Sustainability Forest City di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara

Dalam upaya mengembangkan sustainable tourism, Kemenparekraf memiliki empat pilar fokus yang dikembangkan,yakni pengelolaan berkelanjutan (bisnis pariwisata), ekonomi berkelanjutan (sosio ekonomi) jangka panjang, keberlanjutan budaya (sustainable culture) yang harus selalu dikembangkan dan dijaga, serta aspek lingkungan (environment sustainability).

Kemenparekraf menyatakan kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan dapat diterapkan di berbagai tipe atau jenis destinasi pada berbagai lokasi, yaitu: perkotaan; pedesaan; pegunungan; pesisir; atau kombinasi dari keempat jenis ini.

Kriteria diterapkan pada destinasi berskala besar dan kecil. Untuk skala besar, dapat diterapkan pada destinasi seperti kota atau wilayah yang cukup besar; kabupaten, resor dan sejenisnya.

Baca Juga: Catat Harga Tiket Masuk Taman Nasional Komodo Saat Ini

Adapun dalam skala kecil bisa diterapkan pada destinasi antara lain taman nasional, kelompok, desa wisata, komunitas lokal dan sebagainya. Kriteria destinasi pariwisata berkelanjutan dapat diterapkan juga pada museum, festival, bangunan umum dan monumen.

Penerapan standar destinasi pariwisata hijau berkaitan dengan tempat dan dapat diterapkan melalui organisasi manajemen destinasi yang bertanggung jawab atas koordinasi yang pendekatannya berhubungan dengan pariwisata berkelanjutan.

Keberadaan organisasi (pengelola yang bertanggung jawab) merupakan persyaratan utama dalam penerapan standar destinasi pariwisata hijau. Bahkan organisasi yang dimaksud bukan hanya sebuah badan otoritas lokal atau badan sektor publik saja, namun dalam penerapan standar ini dibutuhkan keterlibatan stakeholder yakni pemerintah, sektor publik dan swasta.

Baca Juga: Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Naik Pesat Pada Mei 2022, Berikut Pendorongnya

Kriteria destinasi pariwisata hijau secara garis besar terbagi menjadi empat bagian. Pertama, pengelolaan berkelanjutan (struktur dan kerangka pengelolaan, keterlibatan pemangku kepentingan, mengelola tekanan dan perubahan). Kedua, keberlanjutan sosial dan ekonomi (memberikan manfaat ekonomi lokal, kesejahteraan dan dampak sosial).

Ketiga, keberlanjutan budaya (melindungi warisan budaya, mengunjungi situs budaya). Keempat, keberlanjutan lingkungan (konservasi warisan alam, pengelolaan sumber daya, pengelolaan limbah dan emisi).

Menparekraf Sandi Uno mengharapkan pedoman destinasi pariwisata berkelanjutan ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya dalam membangun destinasi pariwisata berkelanjutan.

Dengan begitu, pemerintah berharap dapat terwujud pengelolaan, perlindungan, pemanfaatan dan pengembangan kawasan sebagai destinasi pariwisata yang menarik, berdaya saing dan berkelanjutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro