Akibat proses yang rumit, industri tak banyak serap insentif BMDTP



JAKARTA. Program pemerintah untuk meningkatkan daya saing dan memperkuat struktur industri nasional melalui kebijakan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) belum berjalan mulus. Pelaku industri menilai proses pengajuannya rumit hingga baru sebagian kecil industri yang menyerap insentif dari pemerintah itu.Pengurus Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), Wing Wirjawan mengatakan industri galangan kapal di Indonesia yang menyerap BMDTP masih sangat kecil. Alasannya, menurut Wing, banyak industri galangan kapal yang belum memahami cara mengajukan dan mendapatkan insentif dari pemerintah itu. "Pada tahun 2010, dari total anggaran yang ditetapkan pemerintah hanya terserap sekitar 5%," kata Wing.Sebenarnya, Wing bilang sosialisasi BMDTP sudah dilakukan oleh pemerintah berkali-kali. Sayangnya, masih banyak industri galangan kapal yang belum memahami aplikasinya juga. Di sisi lain, prosedurnya dinilai ruwet dan pengurusannya membutuhkan waktu yang lama yaitu sekitar satu atau dua bulan.Karena butuh waktu yang lama, maka pengajuan insentif itu tidak bisa dimanfaatkan untuk proyek reparasi kapal yang waktunya pendek. Insentif itu hanya bisa dinikmati untuk proyek pembangunan kapal saja. Padahal proyek reparasi kapal sedang marak sebagai imbas dari pemberlakukan azas cabotage di Indonesia. Saat ini, menurutnya hampir semua galangan kapal di Indonesia penuh dengan utilisasi rata-rata mencapai 95%. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk verifikasi dalam pengajuan BMDTP juga cukup besar yaitu sekitar 1%. Jadi dengan insentif yang diberikan pemerintah untuk pembelian komponen pembangunan kapal sebesar 5%, yang bisa dinikmati industri hanya 4% saja. Penyerapan BMDTP di sektor industri elektronik juga masih minim. Ketua Umum Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel), Ali Soebroto mengatakan, pelaku usaha yang memakai fasilitas BMDTP masih sangat kecil,” kata Ali, Senin (11/4).Pemberlakuan Asean China Free Trade Aggrement (ACFTA) pada awal tahun 2010, cukup membantu karena sebagian besar komponen impor berasal dari Asean dan China dan hanya dikenai bea masuk 0%. Dalam hal ini, keberadaan BMDTP sangat membantu untuk impor komponen ke negara lain yang tidak mempunyai hubungan perdagangan bebas dengan Indonesia seperti Amerika dan Eropa. “Sayangnya prosedur untuk mengajukannya sangat sulit,” kata Ali.Kepala Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian, Arryanto Sagala mengakui realisasi insentif yang diberikan pemerintah sejak awal tahun 2011 masih minim. Rendahnya pemanfaatan insentif berupa BMDTP itu karena fasilitas itu selama ini baru bisa dimanfaatkan oleh industri skala besar yang membeli dari importir langsung. "Sedangkan perusahaan skala kecil masih bergantung pada trader jadi tidak bisa mendapatkan fasilitas BMDTP," ungkap Arryanto.Arryanto mengatakan BMDTP sendiri ditujukan untuk membantu industri dengan kadar impor yang tinggi. Penyerapannya dari insentif itu selama tiga tahun masih rendah yaitu tahun 2008 sebesar 3,26%, tahun 2009 sebesar 9% dan tahun 2010 sebesar 22%. Salah satu yang menghambat adalah lambatnya penerbitan aturan pelaksana dari Menteri Keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini