Bisnis pengiriman TKI terpukul moratorium



JAKARTA. Kebijakan pemerintah yang akan melakukan moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi mulai 1 Agustus mendatang, berpotensi memukul bisnis pengiriman TKI. Yunus Siamani, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) menuturkan moratorium itu bakal semakin memberatkan aktivitas bisnis pengiriman TKI ke luar negeri khususnya Arab Saudi. Yunus bilang, bisnis pengiriman TKI sebenarnya sudah mulai tercekik sejak akhir tahun 2010 lalu. Pada waktu itu, pengiriman TKI ke Arab Saudi menurun sekitar 70% akibat gencarnya pemberitaan tentang penyiksaan TKI. Pasalnya, banyak calon TKI yang enggan pergi ke luar negeri karena takut mendapat penyiksaan. Ini diperkuat oleh banyaknya daerah yang menerbitkan peraturan daerah (perda) yang melarang pengiriman TKI ke sana. Hal itu berimbas pada jumlah pengiriman TKI yang menukik drastis. Pengiriman TKI pada periode November-Desember 2010 misalnya hanya sekitar 4.500-6.000 orang per bulan. Padahal, dalam kondisi normal, pengiriman TKI ke Arab Saudi bisa mencapai 15.000-20.000 per bulan. Kondisi ini kian parah dalam waktu terakhir akibat mencuatnya kasus hukuman pancung terhadap seorang TKI yaitu Ruyati. Pasalnya, pemerintah memutuskan untuk melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi yang mulai resmi berlaku 1 Agustus mendatang. Moratorium itu berpotensi membangkrutkan industri pengiriman TKI. Saat ini, ada sekitar 250 perusahaan penyalur TKI yang biasa mengirim TKI ke Arab Saudi. Beberapa perusahaan di antaranya sudah mulai menghentikan pengiriman TKI ke Arab Saudi. "Pada saat moratorium dijalankan, 250 perusahaan itu kemungkinan bakal bangkrut," keluh Yunus kepada KONTAN, Rabu (29/6). Bangkrutnya perusahaan penyalur TKI bakal akan menimbulkan dampak lanjutan yaitu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan. Yunus bilang, satu perusahaan biasanya rata-rata memiliki karyawan sebanyak 10 orang. Maka, moratorium TKI itu bakal membuat sebanyak 2500 orang kehilangan pekerjaan. "Jangan lupakan juga, mereka kebanyakan adalah kepala rumah tangga yang menopang ekonomi keluarganya," lanjut Yunus. Yunus menuturkan, pemberlakuan moratorium TKI yang didasarkan pada kasus Ruyati itu jelas tidak bijaksana. Kebijakan itu seolah-olah menimpakan tanggungjawab kesalahan kepada perusahan penyalur TKI. Padahal, kesalahan dalam pengurusan TKI berada di tangan pemerintah. Selama ini, pemerintah merasa sudah cukup melindungi TKI hanya dengan memberikan asuransi. Padahal, mereka seharusnya lebih proaktif dalam mencegah kasus-kasus seperti Ruyati. "Pemerintah yang salah kami yang harus menanggung beban," ungkap Yunus. Perusahaan penyalur TKI ke Arab Saudi juga tidak bisa mengalihkan bisnisnya ke negara lain. Pasalnya, pemerintah juga sudah melakukan moratorium pengiriman TKI ke Kuwait dan Yordania. Padahal, dua negara itu biasanya menjadi diferensiasi tujuan pengiriman TKI selain Arab Saudi. Akibatnya, perusahaan pengirim TKI hanya bisa pasrah kegiatan usahanya terhenti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: