Harga cengkeh tinggi, pabrik rokok kretek terjepit



JAKARTA. Harga cengkeh dalam negeri terus meroket dalam beberapa waktu terakhir. Berdasarkan pantauan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), harga cengkeh di beberapa daerah sepanjang Mei ini sudah menembus Rp 130.000-Rp 135.000 per kilogram (kg). Padahal pada kondisi normal, harga cengkeh stabil di kisaran Rp 50.000-Rp 60.000 per kg.Dampak kenaikan harga cengkeh ini sudah dirasakan oleh pengusaha rokok kretek di beberapa daerah. Fendi Agus Sandrio, pemilik Pabrik Rokok "Indokretek" di Malang, Jawa Timur, mengaku sudah merasakan dampak kenaikan harga cengkeh sejak awal tahun 2011. Ia terpaksa harus merogoh dana pembelian cengkeh dua kali lipat lebih banyak ketimbang biasanya guna menopang usaha pembuatan rokok kreteknya. Fendi biasanya membutuhkan sebanyak 1 ton cengkeh perbulan sebagai bahan campuran rokok kreteknya. Pada saat harga masih Rp 60.000 per kilogram (kg), Fendi cukup mengeluarkan dana sebesar Rp 60 juta untuk membeli sebanyak 1 ton cengkeh. Namun saat harga melonjak seperti sekarang, Fendi harus merogoh koceknya lebih dalam, yaitu menjadi Rp 130 juta per bulan.Selain itu, dalam dua bulan terakhir, Fendi juga kesulitan mendapatkan cengkeh. Ia mengaku harus berkeliling ke para pengumpul di beberapa daerah untuk mencari cengkeh. Padahal, biasanya ia cukup mendatangi pengumpul langganannya saja guna mendapatkan cengkeh. "Saya harus berusaha keras untuk mendapatkan cengkeh," keluh Fendi kepada KONTAN, Senin (30/5).Meski biaya produksinya meningkat, Fendi mengaku tidak berniat mengurangi jumlah produksi rokok kreteknya. Saban bulan, pabrik "Indokretek" yang dimiliki Fendi memproduksi 3,6 juta batang rokok kretek. Jumlah produksi itu akan tetap dipertahankan karena Fendi sudah memiliki pelanggan tetap. Untuk meredam beban produksi yang kian mencekik, Fendi terpaksa menaikkan harga jual produk rokoknya. Biasanya, satu bungkus rokok "indokretek" dibanderol harga Rp 4.000. Saat ini, harga itu naik menjadi Rp 4.500 per bungkus. Ada juga pengusaha rokok yang bernasib lebih buruk daripada pabrik "indokretek". Dicky Sanjaya, pemilik pabrik rokok "Hanggar Perkasa" di Malang, Jatim, mengaku terpaksa menutup operasi pabriknya sementara sejak awal Mei ini. Ia mengaku kesulitan menanggung beban produksi seiring kenaikan harga cengkeh yang sangat tinggi. Selain harga yang tinggi, pabriknya juga kesulitan mendapatkan bahan baku cengkeh. Dicky menduga, para pengumpul menimbun cengkehnya karena khawatir persediaan cengkeh di bulan-bulan mendatang akan menipis. Mereka lebih memilih menjual cengkeh sedikit demi sedikit daripada menjualnya sekaligus, tapi kekurangan persediaan di bulan-bulan selanjutnya. Kondisi itu diperparah dengan permintaan rokok kretek yang terus menurun. Dicky mengeluh banyak pelanggannya yang beralih mengkonsumsi rokok filter ketimbang rokok kretek yang diproduksinya. Akibatnya, permintaan rokok kretek yang diproduksi Dicky menurun drastis. "Daripada saya rugi besar, lebih baik tutup sementara," ungkap Dicky. Informasi saja, pabrik "Hanggar Perkasa" secara rata-rata bisa memproduksi rokok kretek sebanyak 96.000-144.000 batang per minggu.Hasan Aony Aziz, Kepala Hubungan Masyarakat Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mengatakan, kenaikan harga cengkeh ini memang bisa memperlambat laju produksi rokok kretek nasional hingga 5%-10%. Sebab, kenaikan ini bakal mendongkrak modal produsen rokok kretek hingga dua kali lipatnya. Di sisi lain, para produsen terutama skala kecil seringkali kesulitan mendapatkan suntikan modal baru. Imbasnya,"mereka menurunkan volume produksinya," kata Hasan.Informasi saja, jumlah rokok kretek nasional mencapai 246,45 miliar batang atau sekitar 93% dari total produksi rokok nasional yang sebanyak 265 miliar batang per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Havid Vebri