Harga minyak mentah masih bisa lebih tinggi



JAKARTA. Harga minyak kembali memanas. Nilai kontrak harian minyak mentah pengiriman Juni 2011 di Bursa New York, Jumat (29/4) lalu, meningkat 0,95% menjadi US$ 113,93 per barel. Ini adalah posisi tertinggi harga minyak sejak 3 September 2008.

Pemicu kenaikan harga minyak adalah pelemahan nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS). Investor beramai-ramai mengalihkan dana dari dollar AS ke komoditas, termasuk minyak mentah.

Penyebab lain gejala ini adalah badai yang melanda AS pekan lalu. Agar efek musibah tak meluas, aktivitas tujuh kilang di Texas, Alabama dan Pennsylvania, ditutup sementara. Tom Kloza, Kepala Analis Perminyakan Oil Price Information Service, memperkirakan badai tersebut telah menghambat produksi minyak di AS sekitar 750.000 hingga 1 juta barel per hari.


Kenaikan bunga

Sebagian besar analis yang disurvei Bloomberg memperkirakan, harga minyak mentah selama pekan ini akan meningkat. "Investor melepas dollar AS karena The Fed menerapkan kebijakan moneter yang longgar," ujat John Kilsuff, partner Again Capital LLC, seperti dikutip Bloomberg, Sabtu (30/4) lalu.

Jika tren pelemahan dollar AS bertahan, harga minyak mentah dan komoditas lain akan menanjak selama sepekan ini. Apelles Rizal T. Kawengian, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Produk Monex Investindo Futures, melihat tren harga minyak dalam jangka panjang akan terus mendaki.

Dia memprediksi harga minyak mentah di kuartal kedua tahun ini bisa mencapai US$ 115 per barel di level resistance. Sedang posisi support US$ 111 per barel.

Ibrahim, Analis Senior Harvest International Futures berpandangan, kenaikan harga minyak mentah sejatinya bisa melemahkan ekonomi dunia. "Ini terbukti dengan penurunan tingkat produksi industri Korea Selatan yang di bawah estimasi analis," ucap dia, pekan lalu.

Data terakhir mengenai klaim pengangguran (initial jobless claim) di AS juga meningkat dari 25.000 orang menjadi 429.000 orang. Fakta ini pun menjadi sentimen negatif bagi prospek pertumbuhan ekonomi global.

Apalagi, The Fed juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun ini. "Pada minggu ini, harga minyak cenderung terkoreksi, tapi hanya sesaat," prediksi Ibrahim. Koreksi harga minyak diyakini merupakan bentuk antisipasi para pelaku pasar terhadap kenaikan tingkat suku bunga yang akan mungkin berlangsung di sejumlah negara.

Bank Sentral India, Selasa (3/4), berencana menaikkan tingkat suku bunganya. Begitu juga Bank Sentral Inggris dan Bank Sentral Eropa yang akan menggelar pertemuan dalam rangka kelanjutan kenaikan suku bunga.

Tapi, Ibrahim menegaskan, harga minyak tahun ini masih bullish. Dus, koreksi harga minyak saat ini hanya profit taking investor lantaran harganya sudah naik tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini