JAKARTA. PT Freeport Indonesia kembali menuai gugatan. Kali ini perusahaan tambang emas terbesar di dunia itu mendapatkan gugatan legal standing dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lembaga swadaya masyarakat itu menggugat Kontrak Karya (KK) antara Freeport dengan Pemerintah RI yang sudah dibuat sejak tahun 1991, karena secara ekonomi merugikan Indonesia. Selain Freeport, IHCS juga memasukkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai turut tergugat. Mereka dianggap lalai mengawasi Freeport sehingga pendapatan negara tidak maksimal. Dalam berkas gugatannya, IHCS menilai tarif royalti yang dibayarkan Freeport menabrak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dalam beleid PNBP itu ditetapkan bahwa tarif royalti emas adalah sebesar 3,75% dari harga jual per ton. Untuk tembaga, royalti yang ditetapkan adalah sebesar 4% dari harga jual per kilogram, dan royalti perak ditetapkan sebesar 3,25% dari harga jual per kilogram. Nyatanya, Freeport masih membayarkan tarif royalti kepada Indonesia sesuai dengan KK tahun 1991. Dalam KK tersebut, besar royalti tembaga sebesar 1,5%, adapun royalti emas dan perak cuma sebesar 1% dari harga jual.