Mengusung Pamor Kerajinan Emas dan Mutiara Ala Sekarbela



JAKARTA. Jika berdarmawisata ke Lombok, jangan lupa menyempatkan diri untuk mampir ke daerah Sekarbela. Ya, daerah Sekarbela layaknya daerah sentra kerajinan perak Celug dari Bali. Lantaran, Sekarbela merupakan pusat industri kerajinan emas dan mutiara di provinsi Nusa Tenggara Barat. Dari mulai jalan masuk desa sampai pengujung desa, berjejer toko-toko kerajinan emas dan mutiara. Tak heran jika Sekarbela selalu ramai dikunjungi pembeli-pembeli emas dan mutiara dari luar pulau. Tentusaja, mereka yang datang langsung ini berharap mendapat harga yang lebih miring daripada membeli di ibukota. Rata-rata perajin emas dan mutiara Sekarbela memperoleh kepandaian mengolah dua benda berharga tersebut dari warisan turun-temurun keluarga. Salah satunya adalah Ahmad Irwan yang sejak tahun 2000 mengelola toko emas dan mutiara bernama Golden. Nama Golden tersebut menurut Ahmad, diambil dari nama produk mutiara unggulannya, mutiara emas. Mutiara tersebut mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Bahkan Ahmad menyebut angka Rp 300.000 sampai Rp 1 juta untuk tiap gram mutiara emas yang dijualnya. "Kalau mutiara emas grade A, harganya memang mahal karena budidayanya susah. Akan tetapi, kalau untuk grade menengah, Ahmad bisa menjual Rp 300.000 per dua gram mutiara emas. Ahmad bilang, rata-rata perusahaan peternakan kerang mutiara dapat menghasilkan 20 kilo sampai 30 kilo mutiara setiap kali panen. Dari jumlah tersebut, Ahmad hanya membeli tiga kilo mutiara dengan grade paling atas dan menengah saja. Sayangnya, Ahmad belum mau berbagi harga untuk sekilo mutiara mentah yang dibelinya tersebut. Tak hanya menjual mutiara emas semata, Ahmad juga menjual perhiasan bertahtakan mutiara emas. Satu bros dengan enam mutiara emas diatasnya bisa dijual seharga Rp 1 juta sampai Rp 6 juta. Begitu pula dengan perhiasan cincin, giwang serta kalung bertahtakan mutiara. Sedang yang menginginkan satu set perhiasan terdiri dari cincin, bros dan giwang, ada juga yang dibanderol Ahmad mulai dari harga Rp 5 jutaan per set. dari harga tersebut, Ahmad mengaku mendapatkan margin sebesar 15% saban perhiasan. "Saya tidak ambil banyak karena memang toko saya ini terkenal paling murah harganya," ujarnya. Menurut Ahmad, rata-rata pembelinya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri adalah perajin juga. Jadi, mereka kebanyakan membeli bahan baku mutiara lepas dari Ahmad untuk dijual lagi. "Pembeli saya yang dari Amerika, Jepang, Korea serta Australia tidak mau beli perhiasan lokal, karena desainnya kurang menarik. Makanya mutiara saya dibelinya lepas, lalu didesain sendiri oleh mereka untuk dijual lagi," ujarnya. Ahmad mengaku, jika tokonya sedang ramai, maka dalam sebulan dia bisa meraup omzet sampai Rp 45 juta. "Itu kalau pembeli dari luar negeri datang," ujarnya. Namun, jika sedang sepi, atau hanya pembeli lokal saja yang datang, maka omset toko Ahmad bisa turun jadi Rp 15 juta saja. Sayangnya, badai krisis mulai membayangi usaha Ahmad dan keluarganya tersebut. Pasalnya, Sekarbela mulai merasakan sepi pembeli. "Kami merasakan penurunan pembeli sejak September 2008 ini, entah bagaimana nanti tahun 2009. Yang pasti saya ingin tetap bertahan dengan usaha ini, karena saya punya 10 karyawan yang harus saya hidupi," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: