JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkomitmen mengusut laporan hasil analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dengan transaksi mencurigakan yang membawa nama-nama anggota Badan Anggaran DPR RI. Setidaknya, ada 10 nama anggota Badan Anggaran DPR terindikasi melakukan transaksi mencurigakan tersebut. Nama-nama anggota Banggar itu kini sudah sampai ke KPK beberapa waktu lalu. "Semua akan diusut KPK, proses penelusuran dulu, baru ditelaah," tutur Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (30/7). Meski begitu, pihaknya enggan menyebut 10 nama anggota Banggar DPR yang memiliki transaksi janggal tersebut. Menurut Johan, hasil laporan PPTAK itu mengungkapkan, laporan transaksi 10 anggota Banggar DPR itu masih perlu dikaji lebih lanjut. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK akan menjadikan laporan PPATK sebagai petunjuk awal. Laporan itu, lanjut Johan, tidak dapat menjadi alat bukti. Karena itu, diperlukan telaah mendalam atas laporan PPATK yang dimaksud itu. "Yang bisa memverifikasi laporan PPATK itu penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan," ucap Johan. Johan mengakui, KPK pernah meminta PPATK mengirimkan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) anggota Banggar DPR terkait kasus yang ditangani KPK. Kasus-kasus itu di antaranya, dugaan suap wisma atlet SEA Games dan dugaan suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
10 anggota banggar miliki transaksi mencurigakan
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkomitmen mengusut laporan hasil analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dengan transaksi mencurigakan yang membawa nama-nama anggota Badan Anggaran DPR RI. Setidaknya, ada 10 nama anggota Badan Anggaran DPR terindikasi melakukan transaksi mencurigakan tersebut. Nama-nama anggota Banggar itu kini sudah sampai ke KPK beberapa waktu lalu. "Semua akan diusut KPK, proses penelusuran dulu, baru ditelaah," tutur Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (30/7). Meski begitu, pihaknya enggan menyebut 10 nama anggota Banggar DPR yang memiliki transaksi janggal tersebut. Menurut Johan, hasil laporan PPTAK itu mengungkapkan, laporan transaksi 10 anggota Banggar DPR itu masih perlu dikaji lebih lanjut. Sebagai lembaga penegak hukum, KPK akan menjadikan laporan PPATK sebagai petunjuk awal. Laporan itu, lanjut Johan, tidak dapat menjadi alat bukti. Karena itu, diperlukan telaah mendalam atas laporan PPATK yang dimaksud itu. "Yang bisa memverifikasi laporan PPATK itu penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan," ucap Johan. Johan mengakui, KPK pernah meminta PPATK mengirimkan laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) anggota Banggar DPR terkait kasus yang ditangani KPK. Kasus-kasus itu di antaranya, dugaan suap wisma atlet SEA Games dan dugaan suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).