11 MoU RI - Arab Saudi diteken, apa dampaknya?



JAKARTA. Pada lawatan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud kali ini, pemerintah Indonesia dan Arab Saudi menandatangani 11 nota kesepahaman atau mutual of understanding (MoU) yang berisikan kerja sama di berbagai sektor.

Beberapa MoU berkaitan dengan sektor ekonomi diantaranya MoU pembiayaan proyek pembangunan, MoU kerja sama Usaha Kecil dan Menengah (UKM), MoU kerja sama bidang kelautan dan perikanan, serta MoU kerja sama bidang perdagangan.

Dalam kerja sama UKM, menteri kedua negara bersepakat untuk menjalankan enam poin kerja sama diantaranya pertukaran informasi program-program UKM, pertukaran tenaga ahli, fasilitasi peningkatan kualitar produk dan daya saing UKM.


Selain itu, disepakati pula kerja sama pelatihan vokasional dan manajerial, fasilitasi kerja sama peluang UKM, serta dukungan akses pasar kedua negara.

Di bidang kelautan dan perikanan, pemerintah kedua negara menjalin kesepakatan di bidang pembangunan kelautan dan perikanan, kemanana pangan dan karantina ikan, serta promosi dan pemasaran produk perikanan.

Di samping itu, disepakati pula kerja sama pengelolaan dan konservasi sumber daya laut pesisir, kerja sama penelitian terapan serta pelatihan teknis, serta pertukaran informasi.

Adapun di bidang perdagangan, pemerintah kedua negara sepakat untuk mengembangkan strategi perdagangan luar negeri, melakukan riset pemasaran, mendorong joint activities dan joint courses bidang perdagangan, serta pertukaran informasi.

Kemarin Kamis (2/3/2017), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau setelah pada jeda siang berhasil menembus level 5.415,83, atau naik 0,98%. Sejumlah analis menyatakan, ekspektasi pasar cukup positif dengan kehadiran rombongan Raja Salman.

Meskipun, faktor dari eksternal ditengarai lebih dominan imbas pidato Donald Trump di depan kongres yang membuat hijau hampir seluruh bursa pada jeda siang kemarin.

Analisis Pasar dan Bursa Saham Pasca-11 MoU

Lantas, dengan ditandatanganinya 11 MoU RI-Arab Saudi ini, bagaimana perkiraan pasar ke depan?

Lucky Bayu Purnomo, analis dari Danareksa Securities mengatakan dari 11 MoU yang ditandatangani itu, MoU yang berkaitan dengan ekonomilah yang paling potensial.

Untuk kerja sama pembiayaan pembangunan, Lucky memperkirakan hal tersebut akan berimbas pada saham-saham di sektor konstruksi seperti ADHI, WIKA, WSKT, PTPP, WTON, dan WSBP.

“Banyak proyek infrastruktur yang belum selesai seperti jalan, bandara, jembatan, bendungan,” kata Lucky kepada Kompas.com, Jumat (3/3).

Ia juga mengatakan, proyek pembangkit listrik juga kemungkinan akan dilirik sebagai ladang investasi Arab Saudi.

Untuk itu, selain saham-saham konstruksi, saham-saham di sektor pertambangan khususnya batubara juga kemungkinan bakal moncer seperti ADRO, PTBA, dan ITMG.

Di bidang perdagangan, Lucky lebih lanjut melihat saham-saham perusahaan ritel bisa mengambil keuntungan dengan adanya kerja sama kedua negara, diantaranya yaitu MPPA, LPPF, dan RALS. Saham produsen tekstil juga berpeluang naik, seperti SRIL.

“Karena Arab Saudi itu sebenarnya banyak belanja tekstil ke Indonesia. Dan kemarin Menlu Retno Marsudi menyampaikan, Arab Saudi diharapkan menjadi importir produk tekstil dari Indonesia,” ucap Lucky.

Sementara itu di bidang kelautan dan perikanan, ia memperkirakan saham pelayaran seperti SOCI memiliki potensi baik dengan kerja sama RI-Arab Saudi.

Dari berbagai kesepakatan tersebut, Kepala Riset dan Strategi Bahana Securities Harry Su melihat yang paling mungkin direalisasikan cepat adalah kerja sama di bidang perdagangan.

“Yang paling gampang untuk dijalankan tentunya di sektor perdagangan. Seperti tekstil, kan memang Indonesia juga ekspor ke sana,” kata Harry kepada Kompas.com.

Fokus pada Realisasi

Meski demikian, ekonom dari Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, MoU ini baru awal kerja sama yang harus direalisasikan pemerintah.

“Yang penting bagaimana merealisasikannya. Ini pekerjaan rumah yang sering tidak dikerjakan tuntas,” ucap Lana.

“Selama Pak Jokowi menjabat, MoU dengan China, Jepang, Inggris, Uni Eropa sudah banyak. Namun, realisasinya kita enggak tahu. Jadi yang penting adalah follow-up-nya bagaimana,” kata Lana. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia