KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengungkapkan kekhawatirannya terkait kehadiran sekitar 11.000 pasukan Korea Utara di wilayah perbatasan Kursk, Rusia. Pernyataan ini juga didukung oleh juru bicara Pentagon, Jenderal Mayor Pat Ryder, yang menyatakan bahwa jumlah total pasukan Korea Utara di Rusia bisa mencapai 11.000 hingga 12.000, dengan setidaknya 10.000 di antaranya berada di oblast Kursk saat ini. Keberadaan pasukan ini memicu reaksi dari pihak Ukraina dan sekutunya, yang melihatnya sebagai ancaman serius terhadap stabilitas kawasan.
Baca Juga: Kirim Ribuan Tentara ke Rusia, Ini Keuntungan yang Didapat Korea Utara Tanggapan Ukraina Terhadap Keberadaan Pasukan Korea Utara
Zelenskyy mengkritik respon yang lemah dari negara-negara barat terkait meningkatnya kehadiran pasukan Korea Utara. Dalam pidato malamnya, ia menyatakan, “Kami melihat peningkatan jumlah Korea Utara dan tidak ada peningkatan reaksi dari mitra kami, sayangnya.” Andriy Yermak, kepala staf Zelenskyy, menekankan bahwa pasukan Korea Utara, seperti angkatan bersenjata Rusia, dapat menjadi ancaman bagi Ukraina. Ia menambahkan, “Mereka hadir di sana dan, tentu saja, mereka akan mati.” Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Sybiga, juga menyerukan Eropa untuk menyadari bahwa pasukan Korea Utara kini sedang melancarkan perang agresif di Eropa melawan negara berdaulat, yang menunjukkan bahwa sementara barat ragu-ragu, Rusia justru beraksi dan meningkat eskalasi.
Analisis Tentang Peran Pasukan Korea Utara
Keberadaan pasukan Korea Utara ini menjadi subjek perdebatan. Beberapa pihak berpendapat bahwa mereka dapat menjadi kekuatan tambahan yang dibutuhkan Rusia, sementara yang lain menilai mereka sebagai “bahan bakar meriam” yang tidak memiliki pengalaman tempur yang memadai. Dengan kondisi kesehatan yang buruk, termasuk malnutrisi dan penyakit, pasukan ini dihadapkan pada tantangan yang signifikan di medan perang yang tidak dikenal.
Baca Juga: Siapapun Pemenang Pemilu AS, Putin Tidak Terburu-buru untuk Akhiri Perang Ukraina Dukungan Internasional untuk Ukraina
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, melakukan kunjungan simbolis ke Ukraina untuk menunjukkan dukungan yang “kuat dan kokoh.” Jerman merupakan penyokong terbesar kedua Ukraina setelah AS, meskipun Kanselir Olaf Scholz menolak untuk menyediakan misil Taurus jarak jauh dan menolak permohonan Ukraina untuk segera diundang ke dalam NATO. Kedatangan Baerbock datang beberapa jam setelah serangan Rusia di kota kedua terbesar Ukraina, Kharkiv, yang mengakibatkan 13 orang, termasuk empat petugas polisi, terluka. Ukraina juga mengklaim berhasil menjatuhkan 50 drone buatan Iran dalam serangan yang terjadi di sembilan wilayah, termasuk di atas ibu kota Kyiv, pada malam hari sebelum kunjungan Baerbock.
Tindakan Hukum Terhadap Pengkhianatan
Dalam konteks hukum, seorang wanita dari kota Sloviansk di Ukraina dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena tuduhan pengkhianatan. Ia terbukti membantu pasukan Rusia dengan memberikan informasi mengenai penempatan pasukan Ukraina, termasuk lokasi mereka dan penempatan pos pemeriksaan.
Baca Juga: Uni Eropa dan Korea Selatan Desak Penarikan Tentara Korut dari Perang Rusia-Ukraina Sejak invasi Rusia pada Februari 2022, Ukraina telah membuka ribuan kasus yang berkaitan dengan bantuan kepada Rusia.
Potensi Ancaman Terhadap Eropa dan Barat
Di sisi lain, sebuah perangkat pembakar yang disembunyikan dalam paket DHL yang terbakar di Jerman pada bulan Juli diyakini direncanakan untuk dikirim ke Inggris sebagai bagian dari skema sabotase yang diduga dilakukan oleh Rusia. Otoritas Inggris dan Eropa, termasuk Jerman, Polandia, dan Lituania, mencurigai bahwa Rusia berada di balik serangan ini dan serangan lainnya sebagai upaya untuk menciptakan “kekacauan” di barat sebagai balasan atas dukungan militer barat kepada Ukraina.
Editor: Handoyo .