JAKARTA. Pasar obligasi terus mengalami tekanan hebat. Sinyal ini terbaca dari indeks harga Surat Utang Negara (SUN) yang terus merosot selama sepekan lebih. Kemarin (18/1) indeks harga SUN kembali terjerembab ke level terendah semenjak Juni 2010 di level 99,47. Padahal pada akhir tahun 2010, indeks harga SUN masih perkasa di level 106,05. Penurunan cukup dalam ini memang tidak lepas dari kekhawatiran investor terhadap ekspektasi inflasi tinggi pada bulan ini. Beberapa SUN jangka panjang seperti FR0054 telah menyentuh harga terendah sejak Juli 2010 di level 94,84. Tak heran yield SUN bertenor 20 tahun ini ikut terkerek naik menjadi 10,1% per tahun.
Tak ketinggalan harga SUN seri FR0050, juga menurun cukup dalam. Kemarin harga SUN tenor 27 tahun ini juga menyentuh level terendah sejak Juli 2010 di 99,5. Turun 12,71% dari posisi seminggu lalu. Imbal hasil SUN FR0050 pun menanjak dan kini bertengger di 10,56%. Naik turun harga SUN memang hal biasa. Tapi, ini menjadi sinyal waspada bagi pemerintah. Sebab, jika harga SUN turun terus, pemerintah harus membayar tinggi imbal hasil bunga SUN.Wajar saja bila pemerintah berupaya menjaga supaya harga SUN tak terjun bebas. Salah satu upayanya adalah dengan pembentukan Bond Stabilization Fund (BSF). Lewat mekanisme ini, pemerintah menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkocek tebal menjadi pembeli siaga alias stand by buyer SUN ketika harganya jatuh. Tercatat ada 13 BUMN yang bakal mendapat tugas ekstra itu. Deputi Menteri BUMN Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Parikesit Suprapto menjelaskan, 13 BUMN tersebut berasal dari sektor perbankan, asuransi, serta investasi. "Kalau perbankan itu ada empat bank, asuransi tujuh, lalu ada Jamkrindo. Sedangkan untuk BUMN sekuritas hanya sebagai arranger," ujar Parikesit, Selasa (18/1).