1.395 Produk reksadana beredar di kantong investor



JAKARTA. Sepanjang tahun 2016, manajer investasi gencar menerbitkan reksadana anyar guna memenuhi kebutuhan investor. Mengacu data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 11 November 2016, jumlah reksadana yang beredar sebanyak 1.395 produk.

Angka tersebut lebih banyak 304 produk dari posisi akhir tahun lalu yang tercatat 1.091 produk. Bahkan jumlah tersebut sudah melampaui penambahan reksadana sepanjang tahun 2015 yang mencapai 197 produk.

Penambahan jumlah produk terbesar tahun ini dialami oleh jenis reksadana terproteksi, hingga 145 produk. Lalu diikuti oleh jenis reksadana pendapatan tetap sekitar 46 produk, reksadana syariah 37 produk, reksadana saham 36 produk, reksadana campuran 21 produk, reksadana pasar uang 15 produk, reksadana indeks tiga produk, serta exchange traded fund (ETF) satu produk.


Head of Research and Consulting Services PT Infovesta Utama Edbert Suryajaya menuturkan, minat investor dalam negeri memang tinggi terhadap produk reksadana terproteksi. Sebab, karakteristik reksadana terproteksi mirip deposito yang memiliki masa jatuh tempo, imbal hasil tetap yang dibagikan secara berkala, serta fitur perlindungan yang biasanya disematkan bagi nilai pokok investasi.

"Apalagi masih ada anggapan bahwa produk ini masuk kategori aman. Sehingga investor ritel maupun institusi suka produk ini," ujarnya.

Terlebih, investor hanya membayar pajak sebesar 5% apabila membeli obligasi melalui reksadana. Bandingkan dengan pajak bunga obligasi sebesar 15% jika investor membelinya secara langsung.

Makanya, produk reksadana pendapatan tetap juga bertambah cukup banyak tahun ini. Apalagi pasar surat utang domestik sempat bullish dari awal tahun hingga kuartal III 2016. Minat investor terhadap reksadana berbasis surat utang pun melambung.

"Manajer investasi kemudian menangkap peluang ini dengan memasarkan produk anyar yang diposisikan masih fresh dengan strategi baru yang mereka usung," terangnya.

Edbert menilik, jumlah produk reksadana berbasis syariah juga meningkat. Pemicunya, peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksadana Syariah yang meluncur akhir tahun 2015. Bak gayung bersambut, para manajer investasi pun memanfaatkan relaksasi tersebut.

Prediksi Edbert, produk reksadana terproteksi berpotensi kian semarak di waktu mendatang. Industri keuangan non bank (IKNB) disinyalir akan memenuhi porsi kewajiban investasi di surat berharga negara (SBN) melalui produk reksadana.

Di sisi lain, pasokan obligasi negara maupun obligasi korporasi milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) siap melenggang ke pasar. Pemerintah memang tengah membutuhkan dana untuk menunjang program pembangunan infrastrukturnya. "Untuk reksadana terproteksi biasanya penambahan produk sejalan dengan pertumbuhan surat utang yang terbit," tukasnya.

Sementara kenaikan jumlah produk reksadana saham dan campuran berpotensi tersendat dalam waktu dekat. Sebab, bursa saham domestik tengah tertekan akibat sentimen eksternal semisal rencana kenaikan suku bunga The Fed dan antisipasi kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia