14 Perusahaan Sepatu Mengikuti Program Restrukturisasi Mesin



JAKARTA. Program restrukturisasi mesin di industri alas kaki terus bergulir. Departemen Perindustrian (Depperin) mencatat, selama Juni-Juli 2009, sudah ada 14 perusahaan yang mengajukan diri untuk mengikuti restrukturisasi itu. Nilai insentif yang mereka minta sekitar Rp 6,49 miliar.

Mengacu pada besaran insentif itu, artinya setidaknya akan ada penambahan investasi baru di industri alas kaki senilai Rp 64,9 miliar.

Sekadar mengingatkan, pada tahun ini, pemerintah meluncurkan program restrukturisasi mesin pabrik alas kaki senilai Rp 52,5 miliar. Bentuknya bantuan pembelian mesin sebesar 10% dari harga pembelian.


Fasilitas ini bertujuan meningkatkan daya saing industri alas kaki lokal. Maklum saja, mesin pabrik alas kaki lokal sebagian besar berumur di atas 15 tahun. Pemerintah menargetkan, ada sekitar 100 perusahaan yang akan mengikuti program ini.

Dari 14 perusahaan yang mengajukan isentif tadi, delapan perusahaan merupakan penanaman modal asing (PMA) dari China, Korea Selatan, dan Taiwan. Sisanya merupakan perusahaan penanaman dalam negeri (PMDN).

Direktur Industri Alas Kaki Departemen Perindustrian (Depperin) Budi Irmawan menjelaskan, 14 perusahaan itu berminat mengikuti program restrukturisasi mesin pemerintah karena melihat potensi bisnis alas kaki mulai membaik.

"Ke-14 perusahaan itu sudah memasukkan permohonan restrukturisasi mesin ke Depperin sampai 27 Juli 2009,” kata Budi, Kamis kemarin (30/7). Di antaranya adalah: PT Pratama Abadi Industri (Banten), PT Sinar Timur Industrindo (Banten), PT Panarub Dwikarya (Banten), PT Sepatu Mas Idaman (Jawa Barat), PT KMK Global Sports (Banten), PT Bu Kyung Indo (Jabar), PT Chang Bo Indonesia (Jabar), dan PT Citra Harapan Semesta (Jatim).

Dengan membeli mesin baru, para pemohon insentif itu berencana menambah kapasitas produksi pabriknya. Budi menunjuk PT Panarub Dwikarya sebagai contoh. PMA yang berlokasi di Banten ini berencana melakukan investasi mesin Rp 11 miliar.

Sementara PT Kharisma Indonesia yang berlokasi di Surabaya akan menambah satu lini produksi untuk meningkatkan kemampuan pabrik sekitar 30% dari saat ini. Total investasi mereka Rp 2 miliar.

Menurut Djimanto, Dewan Penasehat Asosiasi Persepatuan Indonesia, industri sepatu yang mulai membaik memang merangsang investasi. "Penurunan ekspor sepatu 5% di semester pertama lalu, tak mempengaruhi minat mereka," katanya. Di semester pertama 2009, ekspor industri alas kaki hanya US$ 760 juta, turun dari US$ 800 juta setahun sebelumnya. "Semester dua pasti membaik," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan