20 Juta Lebih Bijih Bauksit Akan Terdampak Pelarangan Ekspor, Ini Tanggapan AP3I



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) produksi bijih bauksit di 2022 sebesar 27,7 juta ton dan baru terserap 7,8 juta ton. Sisanya 20-an juta ton untuk dijual ke pasar ekspor. 

Artinya, setelah ekspor mineral mentah bauksit akan dilaksanakan pada Juni 2023 mendatang, maka akan ada 20 jutaan bijih bauksit yang akan terdampak. 

Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I), Haykal Hubeis menjelaskan, jika membandingkan sumber daya bijih bauksit yang dimiliki Indonesia dengan smelter yang sudah dibangun, penyerapan dalam negeri masih jauh dari kemampuan tambang bauksit yang ada. 


Baca Juga: Menakar Keberhasilan Hilirisasi Mineral, Apakah Bauksit Akan Sesukses Nikel?

Namun, berkaca pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba) sudah jelas mewajibkan perusahaan tambang membuat smelter yang selambat-lambatnya dilaksanakan 5 tahun sejak UU diberlakukan atau pada 2014. 

Haykal menjelaskan, kewajiban pembuatan smelter tersebut sudah berlaku sampai saat ini atau 8 tahun lamanya. Hal ini mencerminkan pemerintah terus memberikan waktu bagi pelaku usaha untuk membangun fasilitas pemurnian dan pengolahannya. 

“Maksud saya pengambilan keputusan pemerintah dalam hal ini tentunya dipikirkan cukup matang,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (6/4). 

Haykal menilai, semakin keseriusan pemerintah melakukan hilirisasi mineral di dalam negeri karena negara ingin mendapatkan nilai tambah dari sumber daya alam (SDA) yang dimilikinya. 

Selain itu, jika pun kebijakan moratorium ini akan berdampak pada penambang, sejatinya pemerintah telah memberikan waktu yang cukup panjang bagi perusahaan untuk bersiap-siap membangun smelternya. 

Haykal menegaskan, hilirisasi mineral sudah berjalan di Indonesia. Sudah ada yang akan membangun dan smelter yang beroperasi baik itu dari BUMN, swasta, dan investor asing. 

“Jadi sudah jalan, sudah terbukti. Jadi tidak perlu ditarik mundur lagi. Bagi penambang yang terdampak, bisa melakukan penjualan bauksitnya secara business to business dengan pihak smelter,” ujarnya. 

Baca Juga: Ini Pesan Jokowi Untuk Investor Asing yang Mau Masuk Investasi Hilirisasi Mineral

Opsi lain, penjualan bauksit juga bisa diserahkan ke mekanisme pasar. Atau lebih baik lagi jika pemerintah mau memfasilitasi dan membantu pelaku usaha tambang mengalokasikan produksinya ke smelter yang ada. 

Jadi setelah adanya pelarangan ekspor, pemerintah dapat membantu pelaku usaha untuk memiliki mekanisme supply demand bijih bauksit agar seimbang. 

Haykal mengungkapkan, pelarangan ekspor bijih bauksit justru mendapatkan tanggapan positif dari investor karena adanya kepastian pasokan bahan baku ke smelter yang sedang dibangun. 

Dia bilang, perbankan memberikan reaksi positif karena salah satu sisi yang menjadi pertimbangan utama pemberian kredit ialah kepastian pasokan bijih bauksit karena umur smelter pasti panjang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .