2010, ekspor kopi berpotensi anjlok 42,8%



JAKARTA. Tahun ini, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia Lampung (AEKI) kesulitan mengenjot kinerja ekspor kopi karena mundurnya awal musim panen. Biasanya, kopi dipanen pada bulan Februari, namun mundur hingga bulan Juni. Dus, roda ekspor menggelinding kencang di semester kedua tahun ini. Berdasarkan catatan AEKI Lampung, sepanjang bulan Agustus 2010, ekspor kopi tersebut mencapai 39.000 ton; atau naik 11,4% dari bulan Juli 2010 yang besarnya 35.000 ton. Dus, hingga Agustus 2010 lalu, total kopi yang diekspor hanya mencapai 151,324 ton. AEKI memprediksi, hingga akhir tahun ini AEKI Lampung hanya sanggup mengekspor sebanyak 200.000 ton saja, atau turun 42,8% dari tahun lalu. “Tahun lalu mencapai 350.000 ton,” kata Muchtar Lutfi, Ketua Penelitian Pengembangan AEKI Lampung kepada KONTAN, Kamis (23/9). Untuk catatan, kopi yang diekspor dari Lampung menguasai 70% pasar ekspor kopi Indonesia. Selain mundurnya musim panen, curah hujan dan ketidak pastian cuaca juga menjadi kendala petani dalam memanen kopinya. Petani kesulitan menjemur kopinya secara maksimal karena matahari tak bersinar setiap hari. Ujung-ujungnya, volume produksi kopi menurun dan kualitas kopi pun anjlok. “Kadar kopi yang dari petani kebanyakan memiliki kadar air yang masih tinggi,” kata Muchtar.Stok kopi di tangan petani menggunung karena menunggu sinar matahari untuk penjemuran biji kopi. Mereka kewalahan melakukan pengeringan kopi ini. “Empat hari tidak dijemur maka kopi itu akan rusak,” jelasnya.Efek dominonya, eksportir harus mengeluarkan dana ekstra untuk memproses kopi agar bisa mencapai kualitas kopi tertentu. Kopi dari tangan petani pun menumpuk di gudang eksportir karena eksportir belum menemukan harga yang sesuai. “Saat ini harganya Rp 14.000 per kg, dan ini belum terlalu bagus bagi kami maupun petani,” kata Muchtar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: