JAKARTA. Kalangan produsen jamu optimis, pasar jamu tahun ini akan naik dari tahun lalu. Kalau omzet mereka tahun lalu hanya Rp 8,5 triliun, mereka mematok target omzet tahun ini naik sekitar 17,6% menjadi Rp 10 triliun. Charles Saerang, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu) bilang, target tersebut tidak terlalu muluk. Soalnya, selama beberapa tahun ini, omzet penjualan jamu memang terus tumbuh dalam angka yang tidak terlalu jauh dari persentase tersebut. Misalnya, Tahun 2006, omzet penjualan mencapai Rp 5 triliun, kemudian naik masing-masing menjadi Rp 6 triliun dan Rp 7 triliun pada tahun 2007 dan 2008. Angka itu naik menjadi Rp 8,5 triliun tahun 2009. Artinya, pertumbuhan omzet per tahun berkisar antara 16,6% hingga 21,4% selama 2006-2009.Ada beberapa alasan mengapa penjualan jamu tumbuh dalam angka yang cukup besar. Menurut Charles, jamu memang sudah menjadi semacam food supplement bagi banyak masyarakat. "Dari segi kemasan dan tampilan, sekarang ini produk jamu juga jauh lebih baik dari sebelumnya," kata Charles kemarin (10/3). Karena itu, target tersebut merupakan target yang wajar saja.Menurut Charles, sebetulnya, potensi pasar jamu sendiri, sebagai obat tradisional, food supplement, dan untuk perawatan kecantikan, bisa mencapai Rp 40 triliun per tahun. “Sayangnya tidak ada kebijakan kongkret yang mampu mendorong adanya konsumsi jamu di Indonesia,” kata Charles.“Kita juga sudah membuat banyak agenda dan usulan kepada Presiden, namun kebijakan untuk konsumsi jamu tidak terkoordinasi,” ujar Charles yang juga Ketua Komite Tetap KADIN bidang obat tradisional. Ia mencontohkan, pemerintah pernah menyetujui ide GP Jamu untuk membudayakan tradisi minum jamu setiap hari Jumat. “Tahap awal cukup gubernur Jawa Tengah dan Jawa Timur saja yang memberlakukan dulu,” pintanya. Namun sayang, ide tersebut lenyap ditelan zaman tanpa ada pelaksanaanya. Padahal ide tersebut, menurut Charles, akan membiasakan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi jamu. Selain itu, pertumbuhan pasar jamu juga terhambat karena pemerintah selalu mengambil produk farmasi sebagai sumber pengobatan. Padahal menurut Charles, banyak produk jamu yang bisa dijadikan sumber obat-obatan serta bisa didistribusikan di puskesmas dan rumah sakit agar bisa menjadi pilihan bagi masyarakat. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
2010, Produsen Jamu Patok Omzet Rp 10 Triliun
JAKARTA. Kalangan produsen jamu optimis, pasar jamu tahun ini akan naik dari tahun lalu. Kalau omzet mereka tahun lalu hanya Rp 8,5 triliun, mereka mematok target omzet tahun ini naik sekitar 17,6% menjadi Rp 10 triliun. Charles Saerang, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu) bilang, target tersebut tidak terlalu muluk. Soalnya, selama beberapa tahun ini, omzet penjualan jamu memang terus tumbuh dalam angka yang tidak terlalu jauh dari persentase tersebut. Misalnya, Tahun 2006, omzet penjualan mencapai Rp 5 triliun, kemudian naik masing-masing menjadi Rp 6 triliun dan Rp 7 triliun pada tahun 2007 dan 2008. Angka itu naik menjadi Rp 8,5 triliun tahun 2009. Artinya, pertumbuhan omzet per tahun berkisar antara 16,6% hingga 21,4% selama 2006-2009.Ada beberapa alasan mengapa penjualan jamu tumbuh dalam angka yang cukup besar. Menurut Charles, jamu memang sudah menjadi semacam food supplement bagi banyak masyarakat. "Dari segi kemasan dan tampilan, sekarang ini produk jamu juga jauh lebih baik dari sebelumnya," kata Charles kemarin (10/3). Karena itu, target tersebut merupakan target yang wajar saja.Menurut Charles, sebetulnya, potensi pasar jamu sendiri, sebagai obat tradisional, food supplement, dan untuk perawatan kecantikan, bisa mencapai Rp 40 triliun per tahun. “Sayangnya tidak ada kebijakan kongkret yang mampu mendorong adanya konsumsi jamu di Indonesia,” kata Charles.“Kita juga sudah membuat banyak agenda dan usulan kepada Presiden, namun kebijakan untuk konsumsi jamu tidak terkoordinasi,” ujar Charles yang juga Ketua Komite Tetap KADIN bidang obat tradisional. Ia mencontohkan, pemerintah pernah menyetujui ide GP Jamu untuk membudayakan tradisi minum jamu setiap hari Jumat. “Tahap awal cukup gubernur Jawa Tengah dan Jawa Timur saja yang memberlakukan dulu,” pintanya. Namun sayang, ide tersebut lenyap ditelan zaman tanpa ada pelaksanaanya. Padahal ide tersebut, menurut Charles, akan membiasakan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi jamu. Selain itu, pertumbuhan pasar jamu juga terhambat karena pemerintah selalu mengambil produk farmasi sebagai sumber pengobatan. Padahal menurut Charles, banyak produk jamu yang bisa dijadikan sumber obat-obatan serta bisa didistribusikan di puskesmas dan rumah sakit agar bisa menjadi pilihan bagi masyarakat. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News