JAKARTA. Industri makanan dan minuman nampaknya harus mulai bersiap-siap. Pasalnya, mulai tahun depan pemerintah akan menghapus fasilitas impor bahan baku untuk investasi baru dan perluasan yang menggunakan bahan baku gula rafinasi. Apalagi, bahan baku gula rafinasi belum tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19/M-IND/PER/2/2010 yang digunakan sebagai acuan pemberian fasilitas barang modal dan bahan baku yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009.Rencana penghapusan fasilitas impor bahan baku ini tertuang dalam surat Direktur Jenderal Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Benny Wachjudi kepada Kepala Deputi Bidang Pelayanan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dalam surat tertanggal 20 Agustus 2010 itu disebutkan, Kementerian Perindustrian meminta BKPM untuk tidak memberikan fasilitas bahan bagi investasi baru atau perluasan yang menggunakan gula rafinasi sebagai salah satu bahan bakunya. Alasannya,"Industri gula rafinasi dalam negeri telah mampu memenuhi kebutuhan industri penggunanya," kata Benny dalam surat tersebut.Catatan saja, sebelumnya, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun 2009, pemerintah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk bagi impor barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan dua tahun produksi. Untuk perusahaan yang menggunakan mesin produksi dalam negeri dengan tingkat kandungan dalam negeri minimal 30%, fasilitas BM tersebut diberikan untuk kebutuhan empat tahun produksi. Syarat lain, untuk investasi atau perluasan, kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE), berada di kawasan berikat, dan kebutuhan spesifikasi khusus.Direktur Industri Makanan Kementerian Perindustrian Faiz Ahmad membenarkan adanya surat tersebut. "Produksi gula rafinasi di dalam negeri sudah mencukupi. Hal ini juga dalam rangka menuju swasembada gula” kata Faiz.Saat ini terdapat delapan produsen gula rafinasi dengan kapasitas terpasang sebesar 2,45 juta ton per tahun. Tahun lalu, produksi gula rafinasi di dalam negeri sudah mencapai sebesar 1,9 juta ton. Sedangkan tahun ini, jumlah produksi gula diperkirakan sudah mencapai sekitar 2 juta ton hingga 2,1 juta ton. Sementara kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman pada tahun ini sebesar 2,3 juta ton. Kebutuhan itu juga dipasok melalui impor untuk gula rafinasi dengan spesifikasi khusus dan fasilitas masih sebesar 0,2 juta ton.Menanggapi penghapursan fasilitas impor itu, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Franky Sibarani mengatakan akan mengganggu pertumbuhan industri. "Itu artinya Kementerian Perindustrian mengingkari dukungan terhadap industri makanan dan minuman sebagai salah satu pilar utama industri," ujar Franky akhir pekan lalu.Franky bilang, selama ini impor gula rafinasi sebagai salah satu fasilitas terus menurun. Tahun 2008 lalu, jumlah impornya sebanyak 500.000 ton dan menjadi 300.000 ton pada tahun 2009. "Tahun ini kuotanya tinggal sekitar 150.000 ton," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
2011, Pemerintah hapus fasilitas impor gula rafinasi
JAKARTA. Industri makanan dan minuman nampaknya harus mulai bersiap-siap. Pasalnya, mulai tahun depan pemerintah akan menghapus fasilitas impor bahan baku untuk investasi baru dan perluasan yang menggunakan bahan baku gula rafinasi. Apalagi, bahan baku gula rafinasi belum tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19/M-IND/PER/2/2010 yang digunakan sebagai acuan pemberian fasilitas barang modal dan bahan baku yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009.Rencana penghapusan fasilitas impor bahan baku ini tertuang dalam surat Direktur Jenderal Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Benny Wachjudi kepada Kepala Deputi Bidang Pelayanan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dalam surat tertanggal 20 Agustus 2010 itu disebutkan, Kementerian Perindustrian meminta BKPM untuk tidak memberikan fasilitas bahan bagi investasi baru atau perluasan yang menggunakan gula rafinasi sebagai salah satu bahan bakunya. Alasannya,"Industri gula rafinasi dalam negeri telah mampu memenuhi kebutuhan industri penggunanya," kata Benny dalam surat tersebut.Catatan saja, sebelumnya, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176 Tahun 2009, pemerintah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk bagi impor barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan dua tahun produksi. Untuk perusahaan yang menggunakan mesin produksi dalam negeri dengan tingkat kandungan dalam negeri minimal 30%, fasilitas BM tersebut diberikan untuk kebutuhan empat tahun produksi. Syarat lain, untuk investasi atau perluasan, kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE), berada di kawasan berikat, dan kebutuhan spesifikasi khusus.Direktur Industri Makanan Kementerian Perindustrian Faiz Ahmad membenarkan adanya surat tersebut. "Produksi gula rafinasi di dalam negeri sudah mencukupi. Hal ini juga dalam rangka menuju swasembada gula” kata Faiz.Saat ini terdapat delapan produsen gula rafinasi dengan kapasitas terpasang sebesar 2,45 juta ton per tahun. Tahun lalu, produksi gula rafinasi di dalam negeri sudah mencapai sebesar 1,9 juta ton. Sedangkan tahun ini, jumlah produksi gula diperkirakan sudah mencapai sekitar 2 juta ton hingga 2,1 juta ton. Sementara kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman pada tahun ini sebesar 2,3 juta ton. Kebutuhan itu juga dipasok melalui impor untuk gula rafinasi dengan spesifikasi khusus dan fasilitas masih sebesar 0,2 juta ton.Menanggapi penghapursan fasilitas impor itu, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Franky Sibarani mengatakan akan mengganggu pertumbuhan industri. "Itu artinya Kementerian Perindustrian mengingkari dukungan terhadap industri makanan dan minuman sebagai salah satu pilar utama industri," ujar Franky akhir pekan lalu.Franky bilang, selama ini impor gula rafinasi sebagai salah satu fasilitas terus menurun. Tahun 2008 lalu, jumlah impornya sebanyak 500.000 ton dan menjadi 300.000 ton pada tahun 2009. "Tahun ini kuotanya tinggal sekitar 150.000 ton," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News