2.013 Personel Gabungan Amankan Aksi Demo di Depan Gedung DPR/MPR RI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 2.013 personel gabungan dikerahkan untuk mengawal aksi unjuk rasa yang digelar di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat pada Kamis, 22 Agustus 2024.

Aksi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk guru besar, akademisi, aliansi masyarakat, dan aktivis reformasi 1998, yang berkumpul untuk menyuarakan dukungan mereka terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada 2024.

Personel Pengamanan Tanpa Senjata Api


Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro, dalam keterangannya menegaskan bahwa seluruh personel yang terlibat dalam pengamanan aksi ini tidak dibekali dengan senjata api. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap massa aksi yang akan menyampaikan pendapatnya secara damai.

"Personel yang terlibat pengamanan tidak ada yang membawa senjata api dan tetap menghargai massa aksi yang akan menyampaikan pendapatnya," ujar Susatyo.

Sebelum pengamanan dimulai, dilakukan apel untuk memastikan kesiapan seluruh personel. Setelah apel, para komandan peleton (Danton) dan komandan kompi (Danki) melakukan pengecekan dan penggeledahan terhadap seluruh personel untuk memastikan tidak ada yang membawa senjata api.

Baca Juga: Sikap Jokowi Terhadap Polemik Revisi UU Pilkada

Penempatan Personel di Sekitar Gedung DPR

Personel keamanan ditempatkan di sekitar Gedung DPR untuk mengantisipasi kemungkinan massa aksi yang mencoba masuk ke dalam gedung atau menutup jalan tol yang berada di depan Gedung DPR RI.

Penempatan personel ini dilakukan secara strategis untuk menjaga keamanan dan ketertiban di sekitar lokasi aksi tanpa mengganggu hak konstitusional masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum.

Susatyo juga menegaskan bahwa seluruh personel diminta untuk bertindak persuasif, tidak terprovokasi, dan mengutamakan negosiasi. "Kami mengedepankan pendekatan humanis dan pelayanan yang baik kepada peserta aksi, agar unjuk rasa ini dapat berlangsung dengan aman dan tertib," tambahnya.

Imbauan kepada Koordinator Lapangan dan Peserta Aksi

Kapolres Metro Jakarta Pusat juga menyampaikan imbauan kepada para koordinator lapangan (korlap) dan peserta aksi untuk menjaga keamanan dan ketertiban selama aksi berlangsung. "Kami meminta kepada para korlap dan peserta aksi untuk melakukan demonstrasi dengan santun dan tidak anarkis. Kami di sini untuk memastikan hak-hak Anda terlindungi, tetapi kami juga mengharapkan Anda untuk menghormati aturan yang berlaku," kata Susatyo.

Latar Belakang Aksi: Mengawal Putusan MK Terkait Pilkada 2024

Aksi unjuk rasa ini merupakan reaksi atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru-baru ini memutuskan untuk mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.

MK mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora, yang menuntut agar ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.

Baca Juga: Sidang Paripurna RUU Pilkada Tak Penuhi Kuorum, DPR: Akan Dijadwalkan Kembali

Dalam putusan tersebut, MK menetapkan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan jalur independen/perseorangan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

Putusan ini diharapkan dapat membuka ruang yang lebih luas bagi partai-partai politik nonparlemen untuk mengajukan calon kepala daerah, sehingga proses demokrasi di tingkat daerah menjadi lebih inklusif dan adil.

Revisi UU Pilkada oleh DPR dan Pemerintah

Namun, sehari setelah putusan MK tersebut, DPR dan pemerintah langsung menggelar rapat untuk membahas revisi UU Pilkada. Revisi yang dilakukan dianggap tidak sepenuhnya mengakomodasi putusan MK, sehingga memicu reaksi dari berbagai kalangan, termasuk peserta aksi unjuk rasa ini.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Achmad Baidowi, mengklaim bahwa revisi UU Pilkada dilakukan untuk mengakomodasi putusan MK yang membolehkan partai nonparlemen mengusung calon kepala daerah.

Namun, revisi ini menimbulkan kontroversi karena dianggap tidak sepenuhnya sesuai dengan semangat putusan MK yang bertujuan untuk memperkuat partisipasi politik di tingkat daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .