2015, Pemerintah leluasa ubah volume BBM subsidi



JAKARTA. Ketakutan volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan melebihi target tidak akan terjadi pada tahun 2015. Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Penyusunan Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, Jumat (26/9), memutuskan membuka volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Dengan putusan ini, DPR menyetujui usulan pemerintah agar kuota BBM bersubsidi bisa berubah-ubah. Ini tercantum di pasal 13 ayat 3 RUU APBN 2015. Ayat ini menyebutkan, anggaran subsidi BBM dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan perubahan parameter dan/atau realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.  Kebijakan ini berbeda dengan yang ada selama ini. UU APBN Perubahan 2014 pasal 14 ayat 13 menyatakan volume BBM bersubsidi juga merupakan parameter penyaluran subsidi. Artinya, volume BBM bersubsidi terkunci pada angka maksimal, yakni 46 juta kiloliter (kl). 

Direktur Jenderal Anggaran Kemkeu Askolani menjelaskan, penguncian volume BBM pada tahun ini memang menjadi momok. Pemerintah memantau adanya potensi volume melebihi 46 juta kl.


Meskipun pada 2015 volume BBM tidak dikunci, menurut Askolani, apabila pemerintah ingin mengajukan penambahan volume tetap harus melalui komisi terkait yaitu komisi VII DPR. Jika nanti komisi VII tidak menyetujui, pemerintah kembali pada target semula. "Jadi semua punya kewenangan. Pemerintah mengajukan dan DPR berwenang menanyakan dan menetapkan," tukas Askolani.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) memang mengajukan pembukaan volume BBM bersubsidi. Banggar DPR menyetujui dengan beberapa catatan. Anggota Banggar dari Fraksi Demokrat Jhonny Allen Marbun memberikan catatan agar diberikan subsidi tetap. Alasannya, menyelamatkan volume dengan menaikkan harga ataupun dengan mengunci volume tidak akan optimal. Lebih baik pemerinah menetapkan subsidi tetap Rp 2.000/liter untuk premium dan Rp 2.500/liter untuk solar. "Perlu ada kajian untuk subsidi tetap. Itu lebih tepat," tandas Jhonny.

Catatan lain berasal dari fraksi Demokrat dan Golongan Karya (Golkar). Anggota Banggar dari Fraksi Golkar Satya W. Yudha mengingatkan DPR agar melakukan kontrol terhadap volume BBM bersubsidi. Karena itu, perlu ada tambahan ketentuan bahwa penetapan perubahan realisasi hanya bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan dari DPR. "Kalau tidak, seperti yang terjadi tahun ini, kita sulit untuk mengontrol," ujarnya akhir pekan lalu.

Menurut Satya, secara substansi, harga ICP dan rupiah tidak bisa dikontrol. Yang bisa dikontrol adalah volume. Karena pada tahun ini volume BBM dikunci, pemerintah menjadi kesulitan. 

Meski target volume BBM bersubsidi tahun ini sebesar 46 juta kl akan terlewati, Satya menegaskan, pemerintah perlu mencapai target tersebut dengan melakukan sejumlah upaya lebih dahulu sebelum meminta tambahan kuota. Antara lain menjalankan kebijakan pembatasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa