2018, rata-rata kurs rupiah diramal Rp 13.700



JAKARTA. Ekspektasi inflasi di tahun depan sekaligus kelanjutan rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) membuat nilai tukar rupiah yang rencananya dipatok dalam asumsi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun depan lebih lemah. Rencananya, pemerintah memasang asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS tahun 2018 mendatang sekitar Rp 13.600-Rp 13.900 per dollar AS.

Adapun rata-rata kurs rupiah sepanjang tahun depan diperkirakan mencapai Rp 13.700 per dollar AS. Proyeksi itu melemah 3% dari dibandingkan asumsi dalam APBN 2017 yang sebesar Rp 13.300 per dollar AS.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, angka itu bukan menjadi target pemerintah. Angka itu, lanjut dia, merupakan angka proyeksi kurs rupiah tahun depan yang didasarkan pada ekspektasi inflasi Indonesia dibandingkan dengan inflasi negeri Paman Sam.


"Itu menjadi hanya sebagai salah satu mekanisme kami untuk mulai menghitung kemungkinan perhitungan APBN 2018," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Rabu (12/4).

Tahun depan, pemerintah memperkirakan inflasi nasional berada di kisaran 2,5%-4,5%. Sementara inflasi AS tahun depan sebagaimana diperkirakan G20 mencapai 2,3%.

Sedangkan tahun ini, pemerintah memperkirakan inflasi Indonesia meningkat menjadi 4,5% dari asumsi dalam APBN 2017 yang sebesar 4% sejalan dengan kebijakan subsidi energi, khususnya kenaikan tarif listrik. Di sisi lain, inflasi AS tahun ini sebagaimana diperkirakan G20 mencapai 2%.

Dengan perkiraan inflasi nasional yang meningkat tersebut, pemerintah juga memperkirakan rata-rata kurs rupiah tahun ini melemah ke level Rp 13.500 per dollar AS, dari asumsi dalam APBN tahun ini yang sebesar Rp 13.300 per dollar AS.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, lebih lemahnya perkiraan nilai tukar rupiah tahun depan juga memperhatikan rencana kelanjutan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) yang menjadi bagian normalisasi kebijakan moneter. Namun menurutnya, dampak kebijakan tersebut terhadap kurs rupiah juga tidak terlalu berat.

"Tetapi kami lebih baik ambil dalam posisi yang konservatif," kata Bambang, Selasa (11/4) lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie