KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah merasa perlu untuk mendorong pengembangan hilirisasi batubara, khususnya dengan skema gasifkasi, yang dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah dan menekan impor liquid petroleum gas (LPG). Sejauh ini, baru PT Bukit Asam (PTBA) yang terdengar paling siap menjawab seruan tersebut. Sekretaris Perusahaan PTBA Suherman menjelaskan, pada tahun 2019 nanti, perusahaan batubara plat merah ini siap memulai dua proyek pengembangan gasifikasi. Pertama di wilayah mulut tambang Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dan yang kedua di mulut tambang Peranap, Riau. Di Tanjung Enim, PTBA bermitra dengan PT Pertamina, PT Pupuk Indonesia, serta PT Chandra Asri Petrochemical, yang akan memproduksi urea, dimethylether (DME) dan Polypropylene. Sedangkan untuk gasifikasidi Peranap, PTBA bekerjasama dengan Pertamina dan Air Products and Chemicals Inc. untuk mengubah batubara menjadi DME dan syntheticnatural gas (SNG). “Sejauh ini sesuai rencana kerja tahun 2018 dan tahun 2019, kedua program kerjasama ini seluruhnya sedang dijalankan,” kata Suherman saat dihubungi Kontan.co.id, Jum’at (7/12). Dalam pelaksanaan program gasifikasi ini, Suherman bilang, PTBA telah menyiapkan anggaran studi, anggaran ekuitas, survey dan mengusulkan beberapa keperluan dukungan dari Pemerintah. Namun, ia masih enggan untuk membeberkan detailnya, termasuk merinci besaran porsi ekuitas dari PTBA dan masing-masing mitra. Yang jelas, lanjut Suherman, estimasi sementara terhadap total biaya investasi gasifikasi di Tanjung Enim mencapai US$ 3 miliar dan sebesar US$ 2 milyar untuk gasifikasi di Peranap. “Porsi ekuitas PTBA dan para mitra sedang dalam pembahasan di antara para pihak. Adapun biaya studi dan proses pengembangan awal ditanggung bersama-sama dengan rata,” ungkapnya. Soal pasar, Suherman menjelaskan bahwa produk gasifikasi ini telah memiliki pasar yang jelas, dan tidak akan menggangu pasar batubara PTBA yang telah ada sebelumnya. Sebab, pasokan batubara untuk proses gasifikasi tidak berasal dari tambang eksisting, sedangkan untuk hasil gasifikasi nantinya akan diserap oleh Pertamina untuk produk DME dan beberapa produk sampingan lainnya, PT Pupuk Indonesia untuk produk Ammonia atau Urea, sedangkan PT Chandra Asih akan mengambil hasil produksi polypropylene. “Jadi sama sekali tidak akan terjadi gangguan pasar. Sedangkan perihal nilai tambah bagi PTBA, saat ini belum waktunya dipublikasikan,” ujarnya. Menurut Suherman, dengan teknologi gasifikasi yang terbaru, pada prinsipnya seluruh jenis batubara bisa digunakan, sekalipun kualitasnya akan mempengaruhi efisiensi dan biaya produksi. Sementara untuk PTBA, gasifikasi ini akan menggunakan jenis low rank coal. Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, setelah beroperasi, pabrik gasifikasi di Tanjung Enim membutuhkan sekitar 9 juta ton batubara dalam setahun. Sedangkan untuk pabrik di Peranap, kapasitasnya sebesar 400.000 ton DME per tahun, dan 50 mmscfd SNG. Namun, untuk detailnya, Suherman mengaku masih harus menghitungnya kembali. Sedangkan untuk waktu konstruksi dan operasi, Suherman pun masih belum memberikan kepastian. Yang jelas, kedua proyek gasifikasi ini diharapkan bisa mulai berjalan pada Semester I tahun 2019. Sehingga, dengan estimasi pengerjaan selama 2,5 tahun, pabrik gasifikasi bisa beroperasi pada tahun 2022. “Kita akan fokus dua-duanya, baik Peranap maupun Tanjung Enim akan dikembangkan gasifikasinya, tergantung mana yang bisa lebih cepat dimulainya. Mudah-mudahan bisa (mulai pada Semester I-2019), doakan saja, tim business development sedang berupaya bisa cepat terlaksana,” jelasnya. Masih dalam Proses Studi Selain PTBA, ada sejumlah perusahaan batubara lain yang berminat untuk melakukan hilirisasi dengan mengembangkan gasifikasi. Sebut saja Adaro Energy, Kideco Jaya Agung dan juga Bumi Resources. Namun, tak sesiap PTBA, ketiganya masih melakukan studi teknologi. Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengaku bahwa pihaknya telah lama menjajaki beberapa kemungkinan untuk mengembangkan berbagai bentuk hilirisasi batubara, termasuk gasifikasi.
2019, PTBA siap kembangkan dua program gasifikasi batubara
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah merasa perlu untuk mendorong pengembangan hilirisasi batubara, khususnya dengan skema gasifkasi, yang dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah dan menekan impor liquid petroleum gas (LPG). Sejauh ini, baru PT Bukit Asam (PTBA) yang terdengar paling siap menjawab seruan tersebut. Sekretaris Perusahaan PTBA Suherman menjelaskan, pada tahun 2019 nanti, perusahaan batubara plat merah ini siap memulai dua proyek pengembangan gasifikasi. Pertama di wilayah mulut tambang Tanjung Enim, Sumatera Selatan, dan yang kedua di mulut tambang Peranap, Riau. Di Tanjung Enim, PTBA bermitra dengan PT Pertamina, PT Pupuk Indonesia, serta PT Chandra Asri Petrochemical, yang akan memproduksi urea, dimethylether (DME) dan Polypropylene. Sedangkan untuk gasifikasidi Peranap, PTBA bekerjasama dengan Pertamina dan Air Products and Chemicals Inc. untuk mengubah batubara menjadi DME dan syntheticnatural gas (SNG). “Sejauh ini sesuai rencana kerja tahun 2018 dan tahun 2019, kedua program kerjasama ini seluruhnya sedang dijalankan,” kata Suherman saat dihubungi Kontan.co.id, Jum’at (7/12). Dalam pelaksanaan program gasifikasi ini, Suherman bilang, PTBA telah menyiapkan anggaran studi, anggaran ekuitas, survey dan mengusulkan beberapa keperluan dukungan dari Pemerintah. Namun, ia masih enggan untuk membeberkan detailnya, termasuk merinci besaran porsi ekuitas dari PTBA dan masing-masing mitra. Yang jelas, lanjut Suherman, estimasi sementara terhadap total biaya investasi gasifikasi di Tanjung Enim mencapai US$ 3 miliar dan sebesar US$ 2 milyar untuk gasifikasi di Peranap. “Porsi ekuitas PTBA dan para mitra sedang dalam pembahasan di antara para pihak. Adapun biaya studi dan proses pengembangan awal ditanggung bersama-sama dengan rata,” ungkapnya. Soal pasar, Suherman menjelaskan bahwa produk gasifikasi ini telah memiliki pasar yang jelas, dan tidak akan menggangu pasar batubara PTBA yang telah ada sebelumnya. Sebab, pasokan batubara untuk proses gasifikasi tidak berasal dari tambang eksisting, sedangkan untuk hasil gasifikasi nantinya akan diserap oleh Pertamina untuk produk DME dan beberapa produk sampingan lainnya, PT Pupuk Indonesia untuk produk Ammonia atau Urea, sedangkan PT Chandra Asih akan mengambil hasil produksi polypropylene. “Jadi sama sekali tidak akan terjadi gangguan pasar. Sedangkan perihal nilai tambah bagi PTBA, saat ini belum waktunya dipublikasikan,” ujarnya. Menurut Suherman, dengan teknologi gasifikasi yang terbaru, pada prinsipnya seluruh jenis batubara bisa digunakan, sekalipun kualitasnya akan mempengaruhi efisiensi dan biaya produksi. Sementara untuk PTBA, gasifikasi ini akan menggunakan jenis low rank coal. Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, setelah beroperasi, pabrik gasifikasi di Tanjung Enim membutuhkan sekitar 9 juta ton batubara dalam setahun. Sedangkan untuk pabrik di Peranap, kapasitasnya sebesar 400.000 ton DME per tahun, dan 50 mmscfd SNG. Namun, untuk detailnya, Suherman mengaku masih harus menghitungnya kembali. Sedangkan untuk waktu konstruksi dan operasi, Suherman pun masih belum memberikan kepastian. Yang jelas, kedua proyek gasifikasi ini diharapkan bisa mulai berjalan pada Semester I tahun 2019. Sehingga, dengan estimasi pengerjaan selama 2,5 tahun, pabrik gasifikasi bisa beroperasi pada tahun 2022. “Kita akan fokus dua-duanya, baik Peranap maupun Tanjung Enim akan dikembangkan gasifikasinya, tergantung mana yang bisa lebih cepat dimulainya. Mudah-mudahan bisa (mulai pada Semester I-2019), doakan saja, tim business development sedang berupaya bisa cepat terlaksana,” jelasnya. Masih dalam Proses Studi Selain PTBA, ada sejumlah perusahaan batubara lain yang berminat untuk melakukan hilirisasi dengan mengembangkan gasifikasi. Sebut saja Adaro Energy, Kideco Jaya Agung dan juga Bumi Resources. Namun, tak sesiap PTBA, ketiganya masih melakukan studi teknologi. Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengaku bahwa pihaknya telah lama menjajaki beberapa kemungkinan untuk mengembangkan berbagai bentuk hilirisasi batubara, termasuk gasifikasi.