2025 PPN Akan Naik Jadi 12%, PPN Di Indonesia Lebih Tinggi Dari Negara Tetangga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Ternyata, sebelum PPN naik jadi 12%, tarif pajak ini di Indonesia paling tinggi dibandingkan negara tetangga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan tarif PPN akan berlaku mulai awal tahun 2025. Rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% adalah amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Namun, pemerintah seharusnya mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut. Pasalnya, tarif PPN di Indonesia selama ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga.


Dilansir dari Kompas.com, dibanding negara-negara Asia, tarif PPN di Indonesia terbilang cukup tinggi. Awalnya, tarif PPN di Indonesia hanya 10%. Tarif itu tidak berubah sejak 1983 sampai dengan 2022.

Baca Juga: Jemaah Haji 1446 H Berangkat 2 Mei 2025, Berapa Biaya Haji?

Namun, pada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), tarif PPN naik menjadi 11%, tepatnya pada 1 April 2022 dan kembali naik menjadi 12% pada 2025. Dikutip dari Worldwide Tax Summaries yang dirilis konsultan keuangan dunia, PricewaterhouseCoopers (PwC), berikut tarif PPN negara-negara Asia Tenggara:

  • Tarif PPN di Filipina: 12%
  • Tarif PPN di Indonesia: 11% (jadi 12% pada 2025)
  • Tarif PPN di Laos: 10%
  • Tarif PPN di Kamboja: 10%
  • Tarif PPN di Malaysia: Sales tax 10% dan service tax 8%
  • Tarif PPN di Singapura: 7%
  • Tarif PPN di Thailand: 7%
  • Tarif PPN di Vietnam: 5% dan 10% (two tier system)
  • Tarif PPN di Myanmar: 5% (bisa naik sampai 100% untuk beberapa barang/jasa)
  • Tarif PPN di Brunei Darussalam: 0%
  • Tarif PPN di Timor Leste: PPN dalam negeri 0%, PPN barang/jasa impor 2,5%.
Tonton: 5 Juta Buruh Akan Mogok Nasional Tolak PPN 12%

Kenaikan tarif PPN akan memberatkan rakyat kecil

Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, kenaikan PPN menjadi 12% akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang semakin mahal. Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1%-3% tidak cukup untuk menutup kebutuhan dasar masyarakat. Akibatnya, daya beli masyarakat merosot, dan dampaknya menjalar pada berbagai sektor ekonomi yang akan terhambat dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. 

“Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor,” ujar Said Iqbal di Jakarta, Selasa (19/11/2024).

Kebijakan ini tidak hanya melemahkan daya beli, tetapi juga berpotensi menambah ketimpangan sosial. Dengan beban PPN yang meningkat, rakyat kecil harus mengalokasikan lebih banyak untuk pajak tanpa adanya peningkatan pendapatan yang memadai.

Redistribusi pendapatan yang timpang akan semakin memperlebar jurang antara yang kaya dan miskin, menjadikan beban hidup masyarakat kecil semakin berat. Bagi Partai Buruh dan KSPI, kebijakan ini mirip dengan gaya kolonial yang membebani rakyat kecil demi keuntungan segelintir pihak.

Merespons kebijakan yang dinilai merugikan ini, KSPI dan Partai Buruh menuntut empat hal ini kepada pemerintah. Pertama, menaikkan upah minimum 2025 sebesar 8-10% agar daya beli masyarakat meningkat Kedua, menetapkan upah minimum sektoral yang sesuai dengan kebutuhan tiap sektor.

Ketiga, membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12%. Keempat, meningkatkan rasio pajak bukan dengan membebani rakyat kecil, tetapi dengan memperluas jumlah wajib pajak dan meningkatkan penagihan pajak pada korporasi besar dan individu kaya.

Jika pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN menjadi 12% dan tidak menaikkan upah minimum sesuai dengan tuntutan, KSPI bersama serikat buruh lainnya akan menggelar mogok nasional yang melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia. 

"Aksi ini direncanakan akan menghentikan produksi selama minimal 2 hari antara tanggal 19 November hingga 24 Desember 2024, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap menekan rakyat kecil dan buruh," tegas Said Iqbal.

Baca Juga: Sritex Pailit, Ini Nasib Pemegang Saham SRIL Menurut Penjelasan BEI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto