23% mangrove dunia ada di Indonesia



JAKARTA. Indonesia menjadi salah satu negara dengan ekosistem mangrove atau hutan bakau sebesar 3,1 juta hektare atau 23% dari total mangrove di dunia. Dengan ekosistem terbesar itu, Indonesia memainkan peranan penting dalam mengurangi perubahan iklim global di dunia. Hal itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sharif Cicip Sutardjo saat membuka nternational Blue Carbon Symposium (IBCS) di Manado, Kamis (15/5). "Ekosistem pesisir dan lautan Indonesia memeiliki kontribusi yang sangat besar dalam penyerapan karbon , diperkirakan hingga 138 juta ton per tahun. Sehingga penyediaan data dan informasi ilmiah yang akurat dan relevan sangat diperlukan agar peranann penting ekosistem laut dan pesisir di Indonesia tidak lagi terabaikan," ujar Sharif. Menurut Sharif, Indonesia sebagai negara kepulauan, terletak di sepanjang garis khatulistiwa pada jantung yang disebut Segitiga Karang. Karakteristik geografisnya menyebabkan iklim hangat di seluruh negeri, dan telah membuat lingkungan laut dan pesisir Indonesia menjadi habitat yang cocok untuk pertumbuhan dan padang lamun. “Indonesia memiliki ekosistem mangrove 3,1 juta hektar atau 23% dari mangrove dunia dan padang lamun terbesar di dunia, yaitu 30 juta hektar. Ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi dampak perubahan iklim tidak hanya untuk ekosistem pesisir dan laut, tetapi juga untuk lingkungan daratan,” tambanya. Sedangkan di  area Coral Triangle, ekosistem ini mencakup 52% dari distribusi global. Dengan demikian, potensi ekosistem perlu dikelola, dimanfaatkan dan dipertahankan keberlanjutannyasehingga ekosistem ini diharapkan dapat mengurangi 25% emisi karbon secara global, dan juga memberikan manfaat langsung pada masyarakat nelayan melalui kelestarian lingkungan sumber daya ikan. Sejak 2010 lalu, KKP telah mencanangkan program kerjasama karbon biru dengan United Nation Environment Programme (UNEP).

KKP melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) mulai melakukan penelitian karbon biru secara menyeluruh terkait peranan ekosistem pesisir dan laut dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. ICBS merupakan hasil komunikasi para pakar melalui Forum Blue Carbon Indonesia yang diselenggarakan dua tahun sekali. Pada tahun ini symposium dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dan merupakan bagian dari acara Worl Coral Reef Conference 2014. Kehadiran para pakar dan peserta internasional diantaranya dari Australia, Jepang, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nigeria, Pakistan, Inggris, Mauritius, USA serta UNEP dan NGO menunjukan perhatian serius dunia internasional mengenai isu karbon biru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan