25 Tahun melantai di bursa, ini kiprah Telekomunikasi Indonesia (TLKM)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sudah 25 tahun PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) secara resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Tepatnya, pada 14 November 2020 emiten pelat merah itu melantai di bursa dengan kode saham TLKM

Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Djustini Septiana mengungkapkan, emiten telekomunikasi pelat merah itu sudah melalui momentum penting selama 25 tahun melamtai di bursa. Jejak TLKM  di bursa antara lain menyediakan alternatif instrumen investasi.

Djustini menambahkan, pada tahun 2015 TLKM melakukan penerbitan obligasi dengan skema penawaran umum berkelanjutan sebanyak empat seri obligasi dengan rentang periode jatuh tempo yang cukup panjang, yakni tujuh tahun, 10 tahun, 15 tahun, bahkan 30 tahun. 


"Pada saat itu, bahkan sampai saat ini tidak banyak emiten yang mampu memberikan instrumen dengan priode jatuh tempo yang cukup panjang," jelas Djustini dalam acara 25th Telkom IPO Anniversary yang digelar secara virtual, Kamis (19/11). 

Baca Juga: Erick Thohir menantang Telkom (TLKM) capai kapitalisasi Rp 450 triliun

Aktivitas ekonomi TLKM dari sisi saham tidak kalah menarik. Selain melakukan initial public offering (IPO), TLKM juga memberikan saham bonus kepada pemegang saham pada tahun 1999. Selain itu, TLKM melaksanakan stock split di tahun 2004 dan 2013. 

Emiten plat merah itu juga melakukan pembelian kembali saham, termasuk telah mengalihkan kembali saham tersebut ke pasar, dan melaksanakan program Employee Stocks Ownership Program (ESOP). "Dengan seluruh aktivitas dari sisi ekuitas tersebut, sampai dengan saat ini kepemilikan masyarakat atas TLKM hampir mencapai 44%," imbuhnya. Adapun dalam tiga tahun terakhir TLKM selalu masuk ke dalam 10 besar saham berkapitalisasi pasar jumbo dan tergolong ke dalam 50 perusahaan dengan saham yang aktif diperdagangkan. 

Berkaca dari kiprah TLKM sejauh ini, Djustini melihat pasar modal di Indonesia dapat dijadikan sumber pendanaan bagi dunia usaha. Banyak instrumen di pasar modal yang dapat dijadikan sarana pembiayaan perusahaan yang membutuhkan. Di sisi lain, pasar modal cukup fleksibel untuk disesuaikan dengan sekema pendanaan yang dibutuhkan dunia usaha. 

Baca Juga: Analis : Keputusan Telkomsel masuk Gojek di momentum yang tepat

Dia mengamati, pasar modal ternyata tetap diminati sebagai sumber pencarian dana di tengah pandemi Covid-19. Menurut catatan OJK, sepanjang tahun 2020 ada 137 perusahaan yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan. Total dananya sudah mencapai Rp 99,7 triliun. 

Secara lebih rinci, 40 emiten telah melaksanakan IPO. Realisasi ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah bursa efek di Asean. Dengan demikian, per 17 November 2020 ini terdapat 709 perusahaan tercatat di bursa dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 6.427 triliun. Selain itu, OJK mencatat telah terjadi peningkatan investor. Ini ditunjukkan dengan kenaikan jumlah SID mencapai lebih dari 3 juta investor per awal September 2020. Jumlah tersebut naik hampir tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir. 

Djustini berharap ke depannya akan semakin banyak perusahaan, termasuk perusahaan BUMN, yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pencarian dana. Hingga saat ini sudah ada 16 BUMN dan 23 anak usaha BUMN yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan. 

"Kami berharap semakin bayak BUMN dan anak BUMN di pasar modal dapat menjadi role model bagi perusahaan terbuka lainnya dalam menerapkan good corporate governance pada perusahaan dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku," tutupnya.

Baca Juga: Telkomsel resmi berinvestasi di Gojek senilai Rp 2,1 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati