26 April, DPR panggil Menteri Ketenagakerjaan soal aturan Tenaga Kerja Asing



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi IX DPR RI akan memanggil Menteri Tenaga Kerja (Menaker) M. Hanif Dhakiri untuk mendengarkan keterangan terkait Peraturan Presiden (Perpres) No. 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Hal itu menyusul polemik Perpres yang mencuat beberapa hari terakhir. "Rencananya tanggal 26 April nanti kami undang Menaker dan Imigrasi untuk memperdalam fungsi dan pengawasannya," ungkap Ketua Komisi IX Dede Yusuf saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (19/4).

Meski begitu, dirinya masih belum bisa berkomentar banyak terkait sikap Komisi IX terhadap Perpres ini. "Saya mewakili komisi harus hadirkan dulu menterinya karena anggota yang lain belum menyampaikan pendapatnya," tambah Dede yang sedang berada di Eropa.


Untuk itu, dia akan mendengarkan secara keseluruhan pada rapat dengar pendapat nanti. Namun yang pasti, nanti dirinya akan menekankan bagaimana pemerintah melakukan pengawas atas TKA. Karena sejatinya, lanjut Dede, seluruh Perpres memiliki tujuan yang baik.

Tak hanya itu, pihaknya juga akan menekankan terkait transfer teknologi yang terjadi setelahnya. "Apakah nantinya tenaga kerja Indonesia tidak ada lagi untuk jabatannya tersebut? Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang harus dijawab pemerintah nanti," jelasnya.

Hal yang sama juga diutarakan Wakil Ketua Umum Komisi IX DPR Saleh Daulay. "Tentu nantinya soal ini, Komisi IX dari berbagai macam fraksi akan mengkaji lebih dalam apakah akan menguntungkan atau sebaliknya," ucapnya.

Kendati begitu, ia masih percaya dengan Perpres baru ini tidak langsung serta merta TKA akan merebut tenaga kerja lokal. Namun demikian, dirinya mengaku usulan pembentukan Pansus bisa saja dilakukan.

Apalagi Dede mengakui, Komisi IX pernah memiliki Panja untuk hal ini. Bahkan, ia bilang rekomendasi pihaknya belum dijalankan pemerintah. "Jika perlu ke depannya gabung dengan komisi lainnya," katanya.

Adapun menurut Dede, memang DPR memiliki tim pengawas (Timwas) TKI yang dipimpin langsung oleh pimpinan DPR. Jadi, bisa saja Timwas tersebut dikembangkan untuk TKA juga yang terdiri dari lintas komisi.

Sekadar tahu saja, kontroversi dari Perpres ini mencuat dari pernyataan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Ia berpendapat, dengan adanya Perpres ini seakan-akan mengistimewakan TKA dan tidak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal.

"Di tengah tren integrasi ekonomi dan kawasan, pemerintah seharusnya memberi perlindungan terhadap kepentingan tenaga kerja lokal dari gempuran tenaga kerja asing, bukan malah sebaliknya," terang Fadli dalam keterangan resmi yang di terima KONTAN, Kamis (19/4).

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Kemenakertrans) per Maret 2018, ada sekitar 126.000TKA yang ada di Indonesia. “Angka ini melonjak 69,85% dibandingkan angka jumlah TKA pada Desember 2016, yang masih 74.813 orang. Sebelum ada Perpres ini saja lonjakannya sudah besar, apalagi sesudah ada Perpres ini,” keluh politisi Partai Gerindra ini.

Data itu hanya menyangkut jumlah TKA yang legal. Ditambah lagi, data TKA ilegal yang masuk ke pasar kerja lokal bisa jauh dari itu jumlahnya. Dengan demikian, Perpres Nomor 20 Tahun 2018 ini, menurut Fadli sangat berbahaya.

Sebab, sebelum adanya beleid baru ini saja, pemerintah sudah kewalahan mengawasi TKA yang masuk, apalagi sesudah dibuka lebar-lebar. Sementara jumlah pengawas hanya 2.294 orang. Mereka harus mengawasi sekitar 216.547 perusahaan dan ratusan ribu tenaga kerja asing. Berarti satu pengawas harus mengawasi sekitar 94 perusahaan legal.

Atas hal tersebut, pihak istana memberikan sanggahannya. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan peraturan presiden (Perpres) No. 20/2018 tentang penggunaan tenaga kerja asing (TKA) merupakan penyederhanaan proses yang sudah ada.

Sehingga dirinya memaklumi hal tersebut memang kerap dilakukan saat menjelang tahun politik. "Isu tenaga kerja pasti digoreng-goreng. Tapi, sekali lagi kami tegaskan bahwa perbaikan yang dilakukan dalam Perpres itu adalah adminsitrasi, pengurusan agar izin-izin yang diatur dipermudah," ungkapnya.

Ia pun kembali menegaskan, Perpres tersebut bukan mempermudah TKA untuk masuk ke Indonesia. "Sama sekali bukan, Mohon dibaca dulu Perpresnya, jangan dan banyak yang belum membaca Perpresnya sudah menanggapi," tambah Pramono.

Yang mana, Perpres ini tidak sama sekali ada hubungannya dengan tenaga kerja non skill atawa pekerja kasar. Dalam artian, TKA ini hanya untuk level medium ke atas, level manager, jenderal manager, dan kemudian direktur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia