JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah memberikan kuasa kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melaporkan dugaan tindak pidana perbankan atas 27 bank yang telah dicabut izin usahanya, sampai dengan bulan Mei 2015. Direktur Eksekutif Hukum LPS Robertus Bilitea merinci, sebanyak delapan bank diantaranya telah selesai proses hukumnya sedangkan 19 bank masih dalam tahap proses hukum. Uraiannya, sebanyak lima BPR/ BPR Syariah masuk dalam proses investigasi oleh BI. Sebanyak 12 bank, di mana diantaranya satu bank umum dan 11 BPR/ BPR Syariah dalam proses penyidikan dan sebanyak dua BPR dalam proses pengadilan yang sudah diputus pada tingkat pertama. Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh dari OJK, terdapat 63 bank yang dicabut izin usahanya dan diserahkan penanganannya kepada LPS. Dari angka tersebut, sebanyak 90% diantaranya diketahui terdapat indikasi tindak pidana perbankan. Robertus menuturkan, pada tahun 2015 ini, LPS telah melaporkan pemegang saham salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dilikuidasi. Gugatan LPS tersebut dilakukan kepada bank yang dilikuidasi LPS, yang diduga telah melakukan tindak pidana menghambat proses likuidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (1) jo Pasal 47 ayat (3) UU LPS. Selain melakukan pelaporan pidana, LPS juga mengajukan gugatan perdata kepada pihak yang menjadi penyebab bank gagal. Gugatan perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 9 huruf a ke 4 UU LPS dan 1365 KUH Perdata dengan gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH). Gugatan perdata tersebut dilayangkan kepada pemegang saham, komisaris dan juga direksi yang menyebabkan bank gagal. Bank gagal tersebut adalah BPR Tripanca Setiadana yang berpusat di Lampung. Gugatan LPS telah dikabulkan di tingkat Pengadilan Negeri dan Tergugat yaitu Sugiarto alias Alay cs dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 312 miliar. "Gugatan perdata dimaksudkan untuk merecovery kerugian LPS atas selisih pembayaran klaim penjaminan, dana talangan yang harus dibayarkan oleh LPS dengan hasil likuidasi terhadap bank yang dicabut izin usahanya," jelas Robertus di Jakarta, Senin (11/5). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
27 bank lakukan tindak pidana perbankan
JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah memberikan kuasa kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melaporkan dugaan tindak pidana perbankan atas 27 bank yang telah dicabut izin usahanya, sampai dengan bulan Mei 2015. Direktur Eksekutif Hukum LPS Robertus Bilitea merinci, sebanyak delapan bank diantaranya telah selesai proses hukumnya sedangkan 19 bank masih dalam tahap proses hukum. Uraiannya, sebanyak lima BPR/ BPR Syariah masuk dalam proses investigasi oleh BI. Sebanyak 12 bank, di mana diantaranya satu bank umum dan 11 BPR/ BPR Syariah dalam proses penyidikan dan sebanyak dua BPR dalam proses pengadilan yang sudah diputus pada tingkat pertama. Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh dari OJK, terdapat 63 bank yang dicabut izin usahanya dan diserahkan penanganannya kepada LPS. Dari angka tersebut, sebanyak 90% diantaranya diketahui terdapat indikasi tindak pidana perbankan. Robertus menuturkan, pada tahun 2015 ini, LPS telah melaporkan pemegang saham salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dilikuidasi. Gugatan LPS tersebut dilakukan kepada bank yang dilikuidasi LPS, yang diduga telah melakukan tindak pidana menghambat proses likuidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (1) jo Pasal 47 ayat (3) UU LPS. Selain melakukan pelaporan pidana, LPS juga mengajukan gugatan perdata kepada pihak yang menjadi penyebab bank gagal. Gugatan perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 9 huruf a ke 4 UU LPS dan 1365 KUH Perdata dengan gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH). Gugatan perdata tersebut dilayangkan kepada pemegang saham, komisaris dan juga direksi yang menyebabkan bank gagal. Bank gagal tersebut adalah BPR Tripanca Setiadana yang berpusat di Lampung. Gugatan LPS telah dikabulkan di tingkat Pengadilan Negeri dan Tergugat yaitu Sugiarto alias Alay cs dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 312 miliar. "Gugatan perdata dimaksudkan untuk merecovery kerugian LPS atas selisih pembayaran klaim penjaminan, dana talangan yang harus dibayarkan oleh LPS dengan hasil likuidasi terhadap bank yang dicabut izin usahanya," jelas Robertus di Jakarta, Senin (11/5). Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News