3 Alasan Mengapa Siaran Analog Disuntik Mati



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak 2 November 2022, siaran analog di sebagian wilayah Indonesia resmi disuntik mati. Adapun wilayah yang terdampak antara lain Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dan sejumlah wilayah lain di seluruh Tanah Air.

Banyak masyarakat yang bertanya-tanya, apa alasan di balik penghentian siaran analog dan peralihan ke tv digital?

Melansir infopublik.id, Direktur Pengelolaan Media Kementerian Komunikasi dan Informatika (Direktur PM Kominfo), Nursodik Gunarjo, menjelaskan ada tiga alasan utama masyarakat harus beralih ke siaran TV digital.


Pertama, peralihan ke tv digital merupakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

“(Berdasarkan UU Cipta Kerja), pada 2 November 2022 itu sudah dilakukan analog switch off (ASO) maka harus dilaksanakan. Siapa yang tidak melaksanakan berarti melanggar Undang-undang dan itu bisa dikenakan sanksi hukum,” tegasnya.

Kedua, siaran digital di Indonesia sangat terlambat dibanding negara lain.

Baca Juga: Harga di Bawah Rp 200.000, Ini 17 Merek STB Bersertifikat Kominfo

Nursodik menjelaskan, jika dibanding dengan negara lain, mulai dari kawasan Eropa, Timur Tengah, hingga negara tetangga ASEAN seperti Malaysia dan Singapura, Indonesia sangat terlambat menerapkan siaran digital.

Keterlambatan itu akan berdampak pada ketertinggalan Indonesia dalam bidang teknologi dibanding negara lain, khususnya dalam teknologi penyiaran.

“Kita harus mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain di bidang teknologi. Saya kira ini menjadi alasan penting bagi kita untuk segera mensejajarkan diri di bidang penyiaran dengan negara-negara lainnya,” tutur Nursodik.

Ketiga, frekuensi yang digunakan dalam siaran analog sangat boros.

Menurut Nursodik, siaran analog sangat boros frekuensi, karena setiap satu stasiun TV menggunakan satu frekuensi sendiri.

Baca Juga: Kominfo Sebut Migrasi ke TV Digital Bisa Untungkan Industri Televisi Swasta

Dengan lebih dari 700 jumlah stasiun TV, maka rentang frekuensi 478 – 806 megahertz (MHz) itu habis digunakan semua oleh TV analog di Indonesia.

“Tetapi nanti kalau sudah pindah ke digital, maka satu frekuensi itu bisa digunakan antara enam sampai 13 stasiun TV bersama-sama, sehingga akan terjadi penghematan untuk frekuensi,” jelasnya.

Sisa dari frekuensi itu atau yang disebut digital dividen nanti akan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, seperti menguatkan sinyal internet di berbagai daerah.

Selain itu, frekuensi yang didapat ini juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti membuka lapangan pekerjaan membuat konten kreatif, hingga pemasaran produk secara online secara cepat.

“Jika selama ini frekuensi yang mereka miliki itu digunakan sepenuhnya oleh TV analog, maka masyarakat dapat memakai memanfaatkan (digital dividen) itu untuk meningkatkan kesejahteraanya,” jelas Nursodik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie