KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk mengalihkan impor dari Singapura ke Timur Tengah dan Amerika meninggalkan beberapa catatan. Setidaknya ada tiga hal penting yang harus dipertimbangkan agar keputusan pengalihan ini tidak membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bengkak dan target swasembada energi Indonesia dapat tercapai. Indonesia Harus Bersiap dengan Peningkatan Biaya Logistik Menurut Ketua Komite Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas), Mose Rizal, jarak impor BBM dari AS maupun Timur Tengah (Timteng) akan membuat biaya logistik pengiriman ke Indonesia naik. "Iya akan naik (cost logistik) baik dari Timur Tengah maupun AS, karena lebih jauh. Soal impor dari negara bukan produsen minyak (Singapura) harusnya diperhitungkan cost-benefitnya bagi Indonesia," ungkap Moshe saat dihubungi Kontan, Senin (12/05). Baca Juga: Kementerian ESDM Berencana Stop Impor BBM dari Singapura, Bahlil Bongkar Alasan Meski begitu, Moshe bilang tidak ada larangan Indonesia mengalihkan impor dari Singapura. Namun, pemerintah terutama Kementerian ESDM perlu transparan mengenai beban biaya yang akan ditanggung setelah pengalihan ini. "Statment Pak Bahlil, bilang harga (minyak) dari Timteng dengan Singapura kan hampir sama, tapi angkanya tidak clear, beda US$ 1 saja akan jadi beban ke kita," tambahnya. Sebelumnya, Menteri Bahlil menyebut bahwa harga BBM dari Singapura sudah tidak lagi kompetitif karena setara dengan harga dari negara-negara Timur Tengah. Padahal, secara geografis, Singapura jauh lebih dekat ke Indonesia. “Setelah saya cek kok harganya sama dibandingkan dengan dari negara Middle East. Bukan kata ‘mungkin’ lagi nih, sudah hampir pasti, kita akan mengambil minyak dari negara lain yang bukan dari negara itu (Singapura),” ujar Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (9/5). Sebagai gambaran, berdasarkan data dari WTI Midland yang mencerminkan harga minyak mentah Amerika Serikat, biaya transportasi dari AS berada dikisaran 13-15% lebih mahal dibandingkan dari Timur Tengah, seperti yang saat ini Indonesia lakukan melalui trader dari Singapura. Artinya akan ada biaya tambahan sekitar 13-15%, jika Indonesia mengimpor minyak dari AS, dibandingkan dengan mengimpor dari kawasan Timur Tengah. Indonesia Harus Menyiapkan Kemampuan Kilang dalam Negeri
3 Catatan untuk Menteri Bahlil Sebelum Alihkan Impor BBM dari Singapura
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk mengalihkan impor dari Singapura ke Timur Tengah dan Amerika meninggalkan beberapa catatan. Setidaknya ada tiga hal penting yang harus dipertimbangkan agar keputusan pengalihan ini tidak membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bengkak dan target swasembada energi Indonesia dapat tercapai. Indonesia Harus Bersiap dengan Peningkatan Biaya Logistik Menurut Ketua Komite Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas), Mose Rizal, jarak impor BBM dari AS maupun Timur Tengah (Timteng) akan membuat biaya logistik pengiriman ke Indonesia naik. "Iya akan naik (cost logistik) baik dari Timur Tengah maupun AS, karena lebih jauh. Soal impor dari negara bukan produsen minyak (Singapura) harusnya diperhitungkan cost-benefitnya bagi Indonesia," ungkap Moshe saat dihubungi Kontan, Senin (12/05). Baca Juga: Kementerian ESDM Berencana Stop Impor BBM dari Singapura, Bahlil Bongkar Alasan Meski begitu, Moshe bilang tidak ada larangan Indonesia mengalihkan impor dari Singapura. Namun, pemerintah terutama Kementerian ESDM perlu transparan mengenai beban biaya yang akan ditanggung setelah pengalihan ini. "Statment Pak Bahlil, bilang harga (minyak) dari Timteng dengan Singapura kan hampir sama, tapi angkanya tidak clear, beda US$ 1 saja akan jadi beban ke kita," tambahnya. Sebelumnya, Menteri Bahlil menyebut bahwa harga BBM dari Singapura sudah tidak lagi kompetitif karena setara dengan harga dari negara-negara Timur Tengah. Padahal, secara geografis, Singapura jauh lebih dekat ke Indonesia. “Setelah saya cek kok harganya sama dibandingkan dengan dari negara Middle East. Bukan kata ‘mungkin’ lagi nih, sudah hampir pasti, kita akan mengambil minyak dari negara lain yang bukan dari negara itu (Singapura),” ujar Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (9/5). Sebagai gambaran, berdasarkan data dari WTI Midland yang mencerminkan harga minyak mentah Amerika Serikat, biaya transportasi dari AS berada dikisaran 13-15% lebih mahal dibandingkan dari Timur Tengah, seperti yang saat ini Indonesia lakukan melalui trader dari Singapura. Artinya akan ada biaya tambahan sekitar 13-15%, jika Indonesia mengimpor minyak dari AS, dibandingkan dengan mengimpor dari kawasan Timur Tengah. Indonesia Harus Menyiapkan Kemampuan Kilang dalam Negeri