KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga perusahaan Eropa yakni BASF, Eramet, dan Volkswagen melalui PowerCo menyatakan minatnya terhadap investasi pada pembangunan ekosistem baterai mobil di Indonesia. Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, terdapat empat hal yang harus dilakukan pemerintah usai adanya minat dari tiga perusahaan tersebut. Pertama, membentuk tim teknis untuk mempersiapkan kebutuhan lahan, SDM, perizinan, hingga koordinasi dengan pemda dan perusahaan lokal.
"Biasanya calon investor akan melakukan due dilligences atau uji kelayakan terhadap suatu proyek dan lokasi. Proses ini akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga hambatan di lapangan bisa dibantu oleh tim khusus," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (17/4).
Baca Juga: Presiden Tegaskan Indonesia Terbuka untuk Investasi di Pembukaan Hannover Messe 2023 Kedua, kepastian regulasi di sektor pertambangan. Pasalnya Bhima menjelaskan investor asal negara Eropa yang menekankan pada ESG membutuhkan kepastian bahwa regulasi di Indonesia khususnya di bidang pertambangan nikel, bauksit, dan
critical minerals (mineral esensial untuk transisi energi) memiliki safeguard atau perlindungan terhadap lingkungan hidup, hingga masyarakat sekitar tambang. Menurutnya, selama ini banyak investor mundur ketika proses due dilligences menemukan kerusakan lingkungan, hingga dampak negatif ke komunitas masyarakat karena aktivitas tambang. "Banyak ditemukan pembangunan PLTU batubara di kawasan pemurnian nikel menjadi kendala dari sisi investor negara maju. Apalagi sejak adanya UU Cipta Kerja, perlindungan lingkungan hidup dan kriminalisasi masyarakat penolak tambang cukup marak. Perusahaan sekelas VW pasti akan menjaga rantai pasok yang bersih sehingga tidak merusak citra produk akhir," kata Bhima. Ketiga, peran pemerintah daerah dalam memastikan komitmen investasi yang masuk. Bhima menyebut, meski banyak perizinan ditarik ke pusat pasca UU Cipta Kerja, namun peran Pemda tetap penting dalam memastikan kualitas dan realisasi investasi. "Ini yang sering jadi hambatan, pemda nya acuh tak acuh atas komitmen investasi," kata Bhima. Keempat, beberapa proyek hilirisasi nikel yang didominasi perusahaan China telah memiliki buyer atau rantai pasok tersendiri, terutama dengan perusahaan aluminium dan baterai di China. Ia mempertanyakan apakah BASF-VW punya preferensi khusus untuk merebut pasokan nikel tersebut. "Kelihatannya kan tidak mudah," ujarnya. Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyampaikan, BASF menyampaikan secara langsung minat investasinya kepada Presiden Jokowi untuk melakukan investasi di Maluku Utara dalam rangka pembangunan ekosistem baterai mobil. Adapun investasinya kurang lebih investasinya US$2,6 miliar. Nantinya, BASF akan bekerja sama dengan perusahaan Prancis, Eramet, untuk menciptakan ekosistem tersebut dengan menerapkan praktik usaha yang memperhatikan ESG (
Environment, Social and Government) lingkungan dan menggunakan energi hijau. Ia menyampaikan perusahaan tersebut akan mulai pembangunan pada akhir 2023.
Baca Juga: Sentimen Kendaraan Listrik Memacu Prospek Emiten Nikel "Proses pembangunannya akan mulai dilakukan di akhir tahun 2023 ini,” lanjut Bahlil.
Kedua, Bahlil menjelaskan perusahaan Volkswagen (VW) melalui PowerCo juga turut akan membangun ekosistem baterai mobil di Indonesia dengan bekerja sama bersama sejumlah perusahaan termasuk perusahaan nasional. VW akan bekerja sama dengan PT Vale Indonesia (Tbk), Ford, dan Huayou yang sedang membangun smelter di Sulawesi Selatan. Lalu ada juga kerja sama VW, Eramet dan Kalla Group. Serta VW akan bekerja sama dengan perusahaan nasional yakni Merdeka. "Poinnya sama akan melakukan ekosistem baterai mobil tapi ada yang langsung investasi JV, ada yang menjamin supply bahan baku. Saya pikir momentum tepat untuk sampaikan bahwa Indonesia terbuka dalam rangka tarik investasi tidak hanya di. Asia tapi juga Eropa," jelasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .