JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus menelan pil pahit. Pasalnya, pengerjaan reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta harus ditangguhkan atas perintah hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Ini dampak hakim menerima gugatan masyarakat. Sidang yang dipimpin hakim Adhi Budi Sulistyo itu menitahkan Gubernur DKI Jakarta selaku tergugat untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 2238 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk. "Mengabulkan gugatan para penggugat untuk meminta penundaan sampai berkekuatan hukum tetap. Meminta tergugat (Gubernur) untuk mencabut SK 2238 tahun 2014," kata Adhi, dalam amar putusan, Selasa (31/5).
Gugatan ini diajukan oleh masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Dalam pertimbangannya, hakim menilai pelaksanaan reklamasi menimbulkan dampak mendesak sehingga harus ditangguhkan. Hakim juga berpendapat kerugian dan kepentingan mendesak itu jauh lebih penting daripada manfaat yang ditimbulkan dari reklamasi. "SK Gubernur DKI atas Pulau G bertentangan dengan perundang-undangan, juga bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) khususnya ketelitian, kecermatan, dan kepastian hukum," tambah Adhi. Reklamasi Pulau G ini dinilai tidak sesuai dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU 1 Tahun 2014 tentang perubahan UU Pengelolaan Wilayan Pesisir sebagai dasar hukum. Sebab, tidak ada rencana zonasi sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat 1 UU 27 Tahun 2007. Proses penyusunan Amdal tidak partisipatif dan tak melibatkan nelayan. "Hakim telah jeli melihat gugatan kami," kata Muhamad Isnur, kuasa hukum para penggugat yang juga sekaligus Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta. Menurut Isnur, putusan ini dapat menjadi tambahan data bagi pemerintah pusat untuk meninjau kembali reklamasi Teluk Jakarta, lantaran banyaknya pelanggaran hukum. Misalnya menimbulkan kerusakan lingkungan, dan hilangnya mata pencarian nelayan. Tiga pulau menyusul Kabiro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhana tidak bisa dihubungi. Namun kuasa hukum PT Muara Wisesa Samudera Ibnu Akhyat, usai sidang, mengatakan pihaknya akan banding. Menurutnya, putusan itu tidak sejalan dengan upaya pemerintah menarik investor sehingga mengganggu iklim investasi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan akan menyikapi putusan itu bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Kajian KKP belum final,” kata Brahmantya Satyamurti Poerdi, Dirjen Penglelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan. Setelah reklamasi Pulau G diputuskan hakim, masih ada tiga gugatan yang sama menunggu putusan PTUN Jakarta, yakni gugatan terhadap reklamasi pulau F, I, dan K. Pulau F seluas 190 hektare dikelola oleh PT Jakarta Propertindo, Pulau I seluas 405 hektare dikelola PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dan PT Jaladri Eka Pasti, dan pulau K seluas 32 hektare dikelola PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Saat ini ketiganya dalam proses persidangan dan memasuki agenda pembuktian. Isnur optimistis ketiga perkara lain akan dikabulkan. "Semua berkas dan bukti yang diajukan hampir sama dengan perkara pulau G," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia