30 Negara Menyatakan Minat untuk Bermitra dengan BRICS



KONTAN.CO.ID - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengklaim saat ini ada sekitar 30 negara yang telah menyatakan minatnya untuk menjalin kemitraan dengan kelompok BRICS.

Menurut Lavrov, aspirasi banyak negara untuk menjadi lebih dekat dengan aliansi ini adalah hal yang wajar, mengingat BRICS beroperasi atas dasar demokrasi sejati dan saling menghormati.

"Selain negara-negara yang telah bergabung dengan serikat kami, hingga saat ini, sekitar 30 negara ingin menjalin hubungan kemitraan dengan BRICS," kata Larvrov dalam sebuah sesi diskusi di Komisi Rusia Bersatu, dikutip TASS (27/12).


Lavrov mengaku Rusia menyambut dengan sangat baik semua niat dari berbagai negara itu sambil menyebut BRICS sebagai salah satu pilar dari dunia yang semakin multipolar.

"Kami akan terus berupaya untuk memperkuat posisi BRICS sebagai salah satu pilar dunia multipolar," lanjutnya.

Baca Juga: Dedolarisasi Butuh Waktu Panjang, Hampir 80% Transaksi di Dunia Masih Pakai Dolar AS

Apa Itu BRICS?

BRICS adalah singkatan dari nama anggotanya, yaitu Brasil, Russia, India, China, dan South Africa. 

BRICS dibentuk pada tahun 2001 oleh kepala ekonom di Goldman Sachs, Jim O'Neill. Dirinya saat itu menyebut Brasil, Russia, India, China memiliki potensi pertumbuhan. Pada tahun 2010, Afrika Selatan bergabung dalam kelompok ini.

Megutip Economic Times, Goldman Sachs mengklaim bahwa perekonomian global akan didominasi oleh empat negara BRIC pada tahun 2050.

Menurut Goldman Sachs, keunggulan komparatif utama dari kelompok ini adalah biaya tenaga kerja yang rendah, demografi yang menguntungkan, dan sumber daya alam yang melimpah pada saat booming komoditas global.

Pada dasarnya, para anggota BRICS berusaha untuk membangun ekosistem internasional yang damai dengan mempromosikan demokrasi dan kesetaraan. Kelimanya juga memiliki mimpi untuk membangun tatanan dunia yang adil dalam aspek ekonomi dan keuangan global.

BRICS menyayangkan kondisi di mana keuangan global masih terlalu didominasi oleh negara-negara maju, terutama Amerika Serikat, dan Dana Moneter Internasional (IMF).