JAKARTA. Sebanyak 30 perusahaan pertambangan batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) di Sumatera Selatan terpaksa menghentikan produksinya lantaran terhambat operasi pengangkutan menuju pelabuhan. Hal itu terjadi lantaran penerapan aturan daerah terkait pelarangan truk pengangkut batubarayang dilarang melintas jalan umum. Anggawira, Wakil Sekjen Aspebindo mengatakan, sejumlah perusahaan tidak bisa menyuplai produksinya terhitung sejak 1 Januari silam. Menurut perkiraannya, jumlah pasokan batubara yang terhambat keluar dari Sumatera Selatan sebanyak dua juta ton. "Bahkan, ada sebagian perusahaan anggota kami, yang terkena pinalti karena gagal memasok batubara ke konsumennya," kata dia kepada KONTAN, Minggu (27/1). Menurutnya, harga rata-rata batubara di wilayah Sumatera Selatan mencapai sekitar Rp 100.000 per ton. Biaya angkutan dari areal pertambangan menuju pelabuhan kurang lebih sama dengan biaya produksi. Alhasil, hingga sekarang ini, potensi kerugian yang diderita pengusaha bisa mencapai Rp 400 miliar.
30 pengusaha batubara sumsel hentikan produksi
JAKARTA. Sebanyak 30 perusahaan pertambangan batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) di Sumatera Selatan terpaksa menghentikan produksinya lantaran terhambat operasi pengangkutan menuju pelabuhan. Hal itu terjadi lantaran penerapan aturan daerah terkait pelarangan truk pengangkut batubarayang dilarang melintas jalan umum. Anggawira, Wakil Sekjen Aspebindo mengatakan, sejumlah perusahaan tidak bisa menyuplai produksinya terhitung sejak 1 Januari silam. Menurut perkiraannya, jumlah pasokan batubara yang terhambat keluar dari Sumatera Selatan sebanyak dua juta ton. "Bahkan, ada sebagian perusahaan anggota kami, yang terkena pinalti karena gagal memasok batubara ke konsumennya," kata dia kepada KONTAN, Minggu (27/1). Menurutnya, harga rata-rata batubara di wilayah Sumatera Selatan mencapai sekitar Rp 100.000 per ton. Biaya angkutan dari areal pertambangan menuju pelabuhan kurang lebih sama dengan biaya produksi. Alhasil, hingga sekarang ini, potensi kerugian yang diderita pengusaha bisa mencapai Rp 400 miliar.