JAKARTA. Krisis finansial global yang berasal di Amerika Serikat mulai merambat pada sektor riil di Malaysia. Aktivitas sebagian besar pabrik di negeri jiran itu melesu akibat seretnya order. Hal ini pun otomatis mengancam keberlangsungan hidup tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia."Sekitar 300.000 TKI yang bekerja di pabrik di Malaysia terancam PHK," kata Dubes RI Untuk Malaysia Da'i Bachtiar usai bertemu Deputi Setwapres Bidang Kesra di Kantor Wakil Presiden, Senin (24/11).Da'i mengatakan, saat ini produksi barang di sebagian pabrik Malaysia berkurang. Dapat dipastikan, hal ini tentu akan mengakibatkan pengurangan jumlah tenaga kerja. Meski saat ini belum ada TKI yang ter-PHK, namun Da'i bilang, tak menutup kemungkinan hal itu bakal terjadi. "Banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja di pabrik, ini yang kami khawatirkan," katanya Selain itu, dia bilang, saat ini total jumlah TKI di Malaysia sekitar 2 juta orang. Dari jumlah tersebut, 1,2 juta orang sudah legal, sementara 800.000 sisanya masih ilegal. Para pekerja ilegal ini umumnya bekerja pada perkebunan kelapa sawit. Da’i mengaku Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk "memutihkan" TKI ilegal. Saat ini sebanyak 217.000 TKI yang semula ilegal telah diputihkan dan bisa bekerja secara legal di Malaysia. Da’i yang merupakan mantan Kapolri itu mengatakan, saat ini KBRI di Malaysia terus memperbaiki perlindungan terhadap TKI. Ia juga berusaha memfasilitasi proses kontrak kerja antara para TKI dengan pengusaha di Malaysia. "Mereka harus didukung dengan kontrak kerja antara pekerja dan perusahaan karena dalam kontrak itu hak-hak mereka dicantumkan," katanya. Selain di sektor perkebunan, TKI juga banyak bekerja pada bidang jasa konstruksi. Sebab itu, mereka sangat memerlukan perlindungan agar tidak mengalami PHK. "Jumlahnya tidak sedikit, ribuan orang juga berada di Semenanjung Malaysia, di sekitar Kuala Lumpur. Harus ada langkah-langkah perlindungan terhadap mereka," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News 300.000 TKI di Malaysia Terancam PHK
Oleh: Yohan Rubiyantoro
Senin, 24 November 2008 15:45 WIB