32 smelter logam serap investasi US$ 18 miliar



MAKASSAR. Kementerian Perindustrian tengah fokus melaksanakan program hilirisasi industri berbasis sumber daya alam sebagai upaya untuk memaksimalkan peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Hal itu diharapkan mampu mendongkrak kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian nasional.

“Upaya ini dapat pula memberikan dampak luas terhadap perekonomian nasional melalui penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa negara,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan pada Seminar Nasional Pengembangan Industri Berbasis Smelter dan Stainless Steel di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (2/3).

Hal tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di mana pemerintah memacu program hilirisasi melalui industri pengolahan dan pemurnian atau smelter. “Smelter merupakan industri padat energi dan padat modal,” ungkap Putu.


Menurutnya, pembangunan industri smelter di dalam negeri berjalan cukup baik, terutama yang berbasis logam. Sejauh ini, terdapat 32 proyek smelter logam yang tumbuh dengan perkiraan nilai investasi sebesar U$ 18 miliar. Pada proyek itu tercatat penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 28.000 orang, yang pembangunannya tersebar di 22 kabupaten/kota dan 11 provinsi.

“Kelanjutan dari 32 proyek tersebut, sebanyak 20 proyek sudah 100% rampung, 9 proyek dalam tahap pembangunan, dan 3 proyek dalam tahap perencanaan,” sebut Putu.

Dari jumlah smelter tersebut, terdapat 22 industri yang telah bergabung dengan Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), dan 75% telah beroperasi secara komersial.

Putu optimistis, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri smelter berbasis logam, karena termasuk dalam 10 besar negara di dunia dengan cadangan bauksit, nikel, dan tembaga yang melimpah.

“Untuk pengembangan industri berbasis mineral logam khususnya pengolahan bahan baku bijih nikel, saat ini difokuskan di kawasan timur Indonesia. Misalnya, di Kawasan Industri Morowali - Sulawesi Tengah, Kawasan Industri Bantaeng - Sulawesi Selatan dan Kawasan Industri Konawe - Sulawesi Tenggara,” paparnya.

Perlu diketahui, Kawasan Industri Morowali seluas 2.000 hektare dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP). Kawasan terintegrasi ini akan menarik investasi sebesar U$ 6 miliar atau mencapai Rp 78 triliun dengan menyerap tenaga kerja langsung sekitar 20.000 orang dan tidak langsung sebanyak 80.000 orang.

Kemudian, Kawasan Industri Bantaeng memiliki luas 3.000 hektare yang diperkirakan akan menarik investasi sebesar US$ 5 miliar atau setara Rp 55 triliun, dengan Harbour Group bertindak sebagai investor. Sedangkan, untuk Kawasan Industri Konawe, diprediksi akan menarik investasi sebanyak Rp 28 triliun. Bertindak sebagai anchor industry di kawasan ini adalah Virtue Dragon Nickel Industry, dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 18.000 orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini