KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menetapkan empat perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie alias Bakrie Group dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Empat perusahaan itu meliputi PT Visi Media Asia Tbk (
VIVA) bersama PT Intermedia Capital Tbk (
MDIA), PT Cakrawala Andalas Televisi (
ANTV), dan PT Lativi Mediakarya (tvOne). Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 13/Pdt Sus/PKPU/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst pada 20 September 2024 telah menetapkan perpanjangan masa PKPU Tetap selama 45 hari hingga tanggal 4 November 2024. Ada sebanyak 12 kreditur dari luar negeri menagih utang sebesar Rp 8,79 triliun.
Direktur VIVA Neil R. Tobing mengatakan bahwa PKPU merupakan proses supaya seluruh kreditur menerima hak yang sama sesuai dengan jumlah utangnya. "PKPU itu bukan ditujukan supaya pailit, tapi agar perusahaan menjadi lebih sehat. Jadi sih kami coba gunakan proses ini untuk restrukturisasi utang sekaligus juga ada jaminan juga kepada kreditur," kata Neil kepada Kontan.co.id, Kamis (26/9).
Baca Juga: 4 Perusahaan Milik Keluarga Bakrie Ditetapkan PKPU, Begini Kata Manajemen Neil juga menerangkan bahwa proses PKPU ujungnya adalah
composition plan atau biasa dikenal dengan istilah rencana perdamaian. Nah, rencana ini kan nanti akan mengakomodir seluruh kepentingan baik kreditur maupun debitur atau seluruh
stakeholder mengenai klaim atau utang yang mereka miliki di perusahaan. "Setelah itu baru proses disepakati oleh seluruh kreditur, kemudian disahkan Hakim Majelis. Jadi proses PKPU seperti itu," terangnya. Neil juga bilang bahwa pihaknya telah mengajukan rencana perdamaian itu sejak Mei 2024 lalu, namun prosesnya tidak mudah. Oleh karena itu, pihaknya harus menyusun sesuai dengan kesepakatan seluruh pihak dan juga mempertimbangkan kemampuan perusahaan. Dia berharap seluruh utang dalam proses utang masa lalu ini dapat disepakati penyelesaiannya dalam rencana perdamaian. Setelahnya, perusahaan akan fokus membangun bisnis milik perusahaan. "Tentunya akan berimbas ke nilai saham," tuturnya.
Baca Juga: Anindya Bakrie Optimistis Kadin Indonesia akan Kembali Solid Beban Utang Tinggi
Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Vinko Satrio Pekerti berpandangan, PKPU yang dialami oleh keempat perusahaan media Bakrie Group tersebut mengindikasikan tantangan keuangan yang berat akibat beban utang yang tinggi. Berdasarkan laporan keuangan kuartal ketiga tahun 2024 ini, VIVA memiliki
debt to equity ratio (DER)
interest only debt sebesar -1,21x. Angka tersebut menunjukkan ekuitas perusahaan yang negatif dan menjadi masalah yang harus segera diselesaikan. "Hingga kuartal ketiga tahun 2024 ini, baik VIVA maupun MDIA menunjukkan kinerja pendapatan yang menurun," kata Vinko kepada Kontan.co.id, Kamis (26/9).
Baca Juga: Saham Pertambangan dan Energi Grup Bakrie; BUMI, BRMS, DEWA, dan ENRG Kompak Menguat Vinko menerangkan, prospek bisnis kedua emiten tersebut akan sangat bergantung pada kesuksesan mereka dalam merestrukturisasi kewajiban. Termasuk juga cara perusahaan dapat meningkatkan kinerja
top line di tengah persaingan industri media saat ini yang juga terdisrupsi dengan adanya kompetitor dari para penyedia konten digital berlangganan. "Menurut kami kabar PKPU ini tentunya harus disikapi dengan penuh kehati-hatian. Sebaiknya para investor bersikap
wait and see pada emiten-emiten media terafiliasi grup Bakrie seperti VIVA dan MDIA, sembari menunggu kepastian terkait proses restrukturisasi utang dan hasil negosiasi dengan kreditur," terang dia. Apalagi kedua emiten tersebut saat ini belum menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) sampai dengan enam bulan setelah tahun buku berakhir, dan oleh karenanya masuk ke dalam daftar saham yang menjadi pemantauan BEI hingga saat ini.
Baca Juga: Grup Usaha Catat Transaksi Besar di Bursa, Siapa Saja Pemiliknya? Sementara itu, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menanggapi terkait kondisi PKPU yang dialami perusahaan milik keluarga Bakrie. Menurut dia, bisnis media terpukul dengan makin tingginya penggunaan
smartphone. Sedangkan iklan sebagian besar sudah berpindah menggunakan media sosial untuk melakukan promosi.
"Untuk perusahaan rokok juga banyak larangan untuk beriklan di media tv sehingga
revenue dari iklannya terancam," jelas Budi kepada Kontan, Kamis (26/9). Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa produk film, sinetron, dan musik semua sudah menonton via
streaming bahkan ada yang tanpa jeda iklan sehingga kinerjanya pasti terdampak. "Untuk investor apabila kondisi emitennya dalam PKPU, sewajarnya melakukan
rebalancing portofolio atas saham-saham terebut," pungkas Budi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati