JAKARTA. Kisruh aturan interkoneksi operator telekomunikasi ditengarai dua perspektif berbeda. Telkom dan Telkomsel sebagai kubu A menganggap penghitungan interkoneksi simetris tak adil karena keduanya mengklaim telah membangun jaringan hingga ke daerah, sedangkan operator lain cuma di perkotaan. Tudingan tersebut dibantah empat operator lain, yaitu Indosat Ooredoo, XL Axiata, Smartfren, dan Hutchison Tri, yang kita sebut saja sebagai kubu B. Wakil Direktur Utama Tri Danny Buldansyah mengatakan, semua operator yang masih beroperasi hari ini pasti sudah membangun jaringan sesuai porsinya berdasarkan modern licensing masing-masing.
"Kalau tidak penuhi komitmen
modern licensing, pemerintah sudah cabut izin operasi kami sekarang," kata dia pada rapat dengar pendapat (RDP) Komisi 1 DPR RI, Kamis (25/8) di Gedung Nusantara II, Komplek DPR Senayan, Jakarta. Danny pun sesumbar pihaknya sudah memenuhi sekitar 83% dari total kewajiban jaringan yang harus dibangun berdasarkan izin lisensi. Jadi, kalau dibilang tak ada iktikad membangun di daerah, Danny merasa keberatan. Presiden Direktur Indosat Ooredoo, Alexander Rusli, bernada sama. Ia mengatakan operator bernuansa kuning selalu ingin berkompetisi dan membangun jaringan di luar Jawa. "Kami banyak membangun di luar daerah, tapi memang tidak sebanyak Telkomsel. Kakak tertua kami itu sudah menguasai 87%
market share di luar Jawa dan profitnya besar. Kami masih rugi," ia menjelaskan. Alex meminta operator kecil diberi kesempatan meraup porsi di daerah. Salah satu caranya dengan menurunkan biaya interkoneksi sehingga operator kecil bisa mengeluarkan produk-produk yang lebih menarik. Direktur Utama XL Axiata, Dian Siswarini, sepakat dengan dua rekannya. Ia mengatakan sepanjang 2016 sudah membangun sekitar 66.000 BTS. Cakupannya sudah memenuhi 93% dari
modern licensing yang diberikan. "Kami menggunakan berbagai strategi untuk membangun kualitas jaringan di daerah. Tantangannya memang di jalur transportasi. Pak Merza (Smartfren) kan akan bangun jalur Palapa Ring dan itu bisa bantu kami menjangkau area pelosok," ia menjelaskan. Pernyataan Dian ditimpali Direktur Utama Smartfren, Merza Fachys. Ia mula-mula mengatakan basis pengguna Smartfren paling kecil di antara rekan-rekannya, yakni sekitar 11 juta. Meski demikian, jaringan Smartfren sudah menyelimuti 236 area dan terus membangun di daerah dan kota. Komitmen pembangunan ini tampak pula dari keikutsertaan Smartfren di Proyek Palapa Ring yang sedari awal diketahui tak menguntungkan. "Konsorsium kami membangun Palapa Ring Barat dan Timur. Kami bikin backbone-nya di daerah paling pelosok," ujarnya. Ketimpangan kontribusi Telkom dan Telkomsel merasa paling berkontribusi dan berkomitmen dalam memperluas jaringan di seluruh Nusantara. Direktur Utama Telkom, Alex Sinaga mengatakan, total panjang kabel optik Telkom sebagai backbone mencapai 83.370 kilometer dan akan ditambah 47.270 lagi. "Kalau diibaratkan bumi, saat ini panjang kabel jaringan kami sudah dua kali luas bumi. Nanti bakal jadi tiga kali luas bumi," kata dia. Itu pula yang digarisbawahi Direktur Utama Telkomsel, Ririek Adriansyah. Saat ini Telkomsel telah membangun lebih dari 120.000 BTS di seluruh pelosok yang mampu menjangkau 95% populasi. "Ada 14.000 BTS kami yang rugi tapi kami tetap bangun untuk rakyat daerah," ia menegaskan. Menurut Ririek, jika menghitung secara asimetris dengan mempertimbangan biaya investasi operator (
cost based) yang beda-beda, maka interkoneksi Telkomsel harusnya naik jadi Rp 280 bukannya turun menjadi Rp 204. Tarif interkoneksi yang berlaku sekarang adalah Rp 250. Pada 2 Agustus lalu, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mengeluarkan Surat Edaran yang mengatakan tarif interkoneksi turun rata-rata 26 persen dengan penghitungan simetris dan menghasilkan angka Rp 204.
Aturan itu rencananya disahkan pada 1 September mendatang. Kemenkominfo sendiri sudah membahas interkoneksi dengan para operator sejak Januari 2015 lalu dalam 17 kali pertemuan. Keputusan Kemenkominfo belum memuaskan semua pihak. Telkom dan Telkomsel tak setuju dengan penurunan. Keduanya sudah mengajukan surat keberatan karena merasa tak dilibatkan untuk menyepakati interkoneksi Rp 204. Dua "induk-anak" itu menyebut Kemenkominfo tak merespons surat mereka. Sementara itu, empat operator lainnya berharap penurunan lebih besar meski sudah mengapresiasi putusan pemerintah. Indosat, XL, Hutchison Tri, dan Smartfren sepakat bahwa penurunan interkoneksi bakal memelihara iklim kompetisi dan mencegah praktik monopoli. (Fatimah Kartini Bohang) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia