JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kebanjiran permohonan penangguhan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2013 dari kalangan pengusaha. Hingga batas akhir pengajuan kemarin (20/12), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta telah menerima pengajuan penangguhan dari 400 perusahaan. Sebagian besar yang mengajukan penangguhan merupakan perusahaan yang berasal dari sektor industri padat karya dan UKM. Menurut Sarman Simanjorang, Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta, alasan penangguhan UMP ini cukup beragam. Misalnya, perusahaan merasa tidak sanggup untuk menyesuaikan upah minimum yang terbaru itu. "Kenaikan upah yang begitu tinggi menyebabkan biaya karyawan menyentuh titik maksimum dari biaya operasional," tuturnya, Kamis (20/12). Apalagi, dalam kondisi seperti sekarang, biaya operasional usaha yang semakin besar tidak mampu memberikan nilai kompetitif terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, baik di pasar lokal, nasional, maupun internasional. Menurut Sarman, kondisi ini semakin diperparah dengan iklim usaha yang selama ini tidak kondusif lantaran sering terjadi unjuk rasa besar-besaran. "Ujung-ujungnya, pengusaha semakin merugi," tandasnya.
400 Perusahaan ajukan penangguhan UMP 2013
JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kebanjiran permohonan penangguhan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2013 dari kalangan pengusaha. Hingga batas akhir pengajuan kemarin (20/12), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta telah menerima pengajuan penangguhan dari 400 perusahaan. Sebagian besar yang mengajukan penangguhan merupakan perusahaan yang berasal dari sektor industri padat karya dan UKM. Menurut Sarman Simanjorang, Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta, alasan penangguhan UMP ini cukup beragam. Misalnya, perusahaan merasa tidak sanggup untuk menyesuaikan upah minimum yang terbaru itu. "Kenaikan upah yang begitu tinggi menyebabkan biaya karyawan menyentuh titik maksimum dari biaya operasional," tuturnya, Kamis (20/12). Apalagi, dalam kondisi seperti sekarang, biaya operasional usaha yang semakin besar tidak mampu memberikan nilai kompetitif terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, baik di pasar lokal, nasional, maupun internasional. Menurut Sarman, kondisi ini semakin diperparah dengan iklim usaha yang selama ini tidak kondusif lantaran sering terjadi unjuk rasa besar-besaran. "Ujung-ujungnya, pengusaha semakin merugi," tandasnya.