MOMSMONEY.ID - Selama Ramadan dan Lebaran 2023, transaksi keuangan elektronik terus meningkat. Simak 5 cara menjaga data pribadi biar terhindar dari kejahatan soceng. Transaksai keuangan selama Ramadan dan Lebaran meningkat, baik untuk perbankan digital,
e-commerce, maupun donasi atau zakat secara
online. Tahun lalu saja, Indonesian E-Commerce Association (idEA) mencatat, total nilai transaksi melalui platform
e-commerce di sepanjang momen Ramadan dan Lebaran 2022 melonjak 38,43% dibanding tahun sebelumnya.
Dengan peningkatan aktivitas transaksi
online ini, masyarakat perlu lebih waspada. Sebab, ada saja ulah para penipu yang membuat risiko kejahatan siber semakin tinggi.
Baca Juga: Awas Kejahatan Soceng Makin Menggila & Berkembang, Simak Peringatan dari BRI dan BCA Pencurian identitas (
identity theft) seperti pencurian password, OTP, dan upaya
social engineering (soceng)
lainnya semakin marak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk meraup keuntungan. Seperti kasus pemalsuan QRIS masjid yang terjadi belum lama ini. Menanggapi tren ini, pengguna layanan digital tentunya harus mampu berperan aktif dalam mencegah terjadinya kejahatan siber, khususnya yang berkaitan dengan data pribadinya sendiri. "Di era transformasi digital ini, semuanya berlangsung dengan sangat cepat," kata Adrian Anwar,
Managing Director VIDA, dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (23/4). "Pengembangan tidak hanya terjadi pada aspek sistem layanan tetapi juga berbagai serangan siber. Kita perlu membangun pola kebiasaan yang baik dalam menjaga kerahasiaan dan keamanan data-data pribadi," ujarnya.
Baca Juga: Modus Kejahatan Soceng Kian Berkembang, Ini Peringatan dari Telkomsel Berikut tips dari VIDA mengenai cara pengguna layanan digital dalam menjaga data pribadi: 1. Tidak membagikan identitas fisik maupun online, termasuk username, password, dan kode OTP kepada siapapun Masyarakat perlu menjaga baik keamanan identitas pribadi, baik KTP, Paspor, maupun data-data pribadi lainnya. Tak hanya itu, di era
online ini, baik
username, password, maupun kode OTP, sebaiknya tidak dituliskan sembarangan dan tidak memanfaatkan fitur
copy-paste. Soalnya, peretas bisa memperoleh akses ke
clipboard perangkat yang kode-kodenya tidak terenkripsi sama sekali, sehingga dapat melakukan verifikasi dan otentikasi transaksi yang tidak diinginkan oleh pengguna.
Baca Juga: BRI Himbau Nasabah Hati-Hati Memberikan Data Pribadi 2. Berhati-hati pada saat mengklik tautan atau lampiran apapun yang terdapat dalam pesan singkat, SMS, dan e-mail yang mencurigakan Pelaku penipuan dapat mengirim
link-link berisi formulir pendaftaran yang menangkap data-data pribadi pengguna dengan mengatasnamakan institusi-institusi resmi. Oleh karena itu, konsumen harus memastikan terlebih dahulu bahwa akun yang mengirimkan pesan-pesan tersebut merupakan akun resmi dari institusi terkait. Ini mengingat, pihak resmi aplikasi biasanya tidak akan meminta pengguna untuk memberikan informasi sensitif melalui moda yang tidak terproteksi seperti sekedar melalui pesan singkat dan form isian. 3. Hindari menggunakan jaringan wifi publik yang tidak terenkripsi Ketika menggunakan Wi-Fi publik, risiko menjadi korban kejahatan siber “Man in the Middle Attack” atau MitM sebagai interceptor antara pengguna dengan penyedia layanan digital semakin tinggi. Modus MitM sendiri adalah mencuri informasi pribadi pada jaringan yang tidak terenkripsi, dan menargetkan pengguna aplikasi keuangan, e-commerce, maupun situs layanan lainnya. Maka dari itu, sangat disarankan untuk menunda melakukan transaksi hingga memiliki akses jaringan yang lebih aman seperti mobile data ataupun Wi-Fi pribadi.
Baca Juga: Waspada! Berikut Modus Kejahatan Perbankan yang Baru 4. Hindari melakukan transaksi pada platform e-commerce yang mencurigakan Seringkali konsumen tergiur dengan godaan diskon yang besar namun berujung pada kualitas barang yang dikompromi hingga pencurian data-data pribadi penting. Pelaku penipuan bisa membuat web dan aplikasi yang benar-benar mirip dengan
e-commerce yang resmi untuk memperoleh data pribadi korbannya (sniffing). Caranya, dengan meminta pengguna memasukkan identitas pribadi serta detail pembayaran seperti nomor dan CVV kartu kredit. Untuk itu, konsumen harus jeli dalam melihat kredibilitas platform untuk memastikan platform
e-commerce yang digunakan legit dan mengikuti aturan yang berlaku.
Baca Juga: BRI Dukung Polisi Bongkar Sindikat Pengirim APK-Link yang Kuras Rekening Nasabah 5. Gunakan layanan keuangan digital yang sudah menggunakan fitur otentikasi dua langkah (2FA) seperti penggunaan biometrik Modus kejahatan pencurian identitas seperti phishing menjadi semakin sulit untuk dibedakan dari otoritas yang sebenarnya. Untuk itu, sistem otentikasi dua langkah hadir memberikan lapisan tambahan jika seandainya
username dan
password sudah bocor. Lapisan tambahan ini juga dapat hadir dalam rupa otentikasi biometrik yang tentunya lebih aman. Baik itu biometrik sidik jari maupun wajah, pengguna tidak perlu lagi khawatir akan kehilangan akses untuk langkah ini dikarenakan semuanya melekat pada pengguna yang bersangkutan. Layanan identitas digital dengan sistem keamanan yang komprehensif, tersertifikasi, serta terenkripsi diperlukan, agar masyarakat dapat melakukan transaksi keuangan dengan tenang, walaupun di tengah trafik yang tinggi.
"Banyaknya motif pencurian identitas pribadi dalam ekosistem digital memang seringkali mempersulit masyarakat untuk melakukan mitigasi di tengah kesibukan yang kerap membuat lengah," ungkap Adrian. "Maka dari itu, VIDA berkomitmen untuk terus berupaya memberikan rasa aman dan kenyamanan bagi masyarakat dalam menggunakan layanan digital khususnya menjelang lebaran 2023 ini," imbuhnya. Itulah cara menjaga data pribadi biar terhindar dari kejahatan soceng. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan