KONTAN.CO.ID - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat alias CDC mengeluarkan pembaruan tentang efek samping parah dari vaksin COVID-19. Tapi, CDC menegaskan, vaksin COVID-19 aman. “Beberapa orang tidak memiliki efek samping. Banyak orang telah melaporkan efek samping yang bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari, tetapi akan hilang dalam beberapa hari,” sebut CDC di laman resminya dan dikutip situs covid19.go.id, Senin (8/11). Meski mungkin menimbulkan efek samping, CDC merekomendasikan semua orang berusia 12 tahun ke atas untuk mendapatkan vaksinasi sesegera mungkin, guna membantu melindungi diri dari COVID-19 dan komplikasi terkait yang berpotensi parah.
CDC bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) serta lembaga terkait lainnya terus memantau keamanan vaksin COVID-19. Efek samping yang mungkin terjadi telah dilaporkan ke bagian eksternal Sistem Pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan Vaksin (VAERS). VAERS menerima laporan tentang efek samping apapun setelah vaksinasi apa pun. “Laporan efek samping kepada VAERS setelah vaksinasi, termasuk kematian, tidak selalu berarti bahwa vaksin menyebabkan masalah kesehatan. Efek samping yang serius setelah vaksinasi COVID-19 jarang terjadi tetapi bisa terjadi,” ungkap CDC. Oleh karenanya, untuk kesadaran publik dan demi kepentingan transparansi, CDC memberikan informasi terbaru tentang kejadian buruk yang mungkin terjadi dari vaksin COVID-19:
Baca Juga: 200 Juta dosis vaksin COVID-19 sudah diberikan ke masyarakat, jangan berhenti waspada 1. Anafilaksis Anafilaksis adalah suatu reaksi alergi berat yang terjadi secara tiba-tiba dan bisa menyebabkan kematian. Beberapa gejala di antaranya ruam gatal, pembengkakan tenggorokan, dispnea, muntah, kepala terasa ringan, dan tekanan darah rendah. Anafilaksis setelah vaksinasi COVID-19 jarang terjadi. Namun, di Amerika Serikat terjadi pada sekitar 2-5 orang per satu juta orang yang divaksinasi. Reaksi alergi yang parah, termasuk anafilaksis, bisa terjadi setelah vaksinasi apa pun. Jika ini terjadi, penyedia vaksinasi dapat secara efektif dan segera mengobati reaksi tersebut. 2. Trombosis dengan sindrom trombositopenia (TTS) Trombosis dengan TTS setelah vaksinasi dengan vaksin Janssen buatan Johnson & Johnson (J&J) jarang terjadi. Per 13 Oktober 2021, lebih dari 15,2 juta dosis vaksin Janssen telah diberikan di AS.
CDC dan FDA mengidentifikasi 47 laporan yang dikonfirmasi tentang orang-orang yang mendapatkan vaksin Janssen dan kemudian mengembangkan TTS. Wanita berusia 50 tahun ke bawah harus waspada terhadap risiko ini meski jarang ditemukan. Hingga saat ini, dua kasus TTS yang dikonfirmasi setelah vaksinasi mRNA Moderna telah dilaporkan ke VAERS, setelah lebih dari 388 juta dosis diberikan di Amerika Serikat. Berdasarkan data yang tersedia, tidak ada peningkatan risiko TTS setelah vaksinasi dengan vaksin mRNA.
Baca Juga: Akhiri 20 bulan pembatasan, AS buka kembali perbatasan darat dan udara Editor: S.S. Kurniawan