Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (16—20 Juli 2018) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka. Kapitra Ampera, Pengacara Rizieq Shihab Kapitra merasa tidak ada yang salah apabila ia maju menjadi caleg dari PDI-P. "Katakanlah umpamanya, kalau saya caleg PDI-P, lalu saya murtad? Kafir? Saya munafik? Yang benar aja dong," kata Kapitra dalam jumpa pers di Masjid Ittihad, Tebet, Jakarta, Rabu (18/7). Lagi pula, dia mengajukan syarat sebagai caleg PDI-P, yakni untuk memperjuangkan aspirasi umat Islam. "Mayoritas di republik ini umat Islam. Mayoritas umat Islam harus didengar. Saya harus bisa jadi jembatan kebaikan orang dalam dan luar. Kalau itu dipenuhi, saya ikut," kata dia. Meski demikian, ia ogah mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden di 2019. Sebab, ia sudah mempunyai jagoan lain yang tak lain adalah kliennya sendiri. "Capres saya tetap Habib Rizieq Syihab," kata Kapitra. Ia menyayangkan seluruh partai politik tidak bersedia mencalonkan Rizieq Shihab. Kekecewaan khususnya ia tujukan pada parpol di kelompok oposisi yang selama ini mengklaim mendukung aksi 212 seperti PKS, PAN, dan Gerindra.
Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menjenguk Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (18/7) sore. SBY menjalani perawatan di RSPAD Gatot Subroto sejak Selasa (17/7) malam karena mengalami kelelahan. "Ya beliau (SBY) senior saya, dulu kita sangat dekat jadi saya kira wajar kalau saya akan ketemu beliau. Apalagi beliau mungkin sudah kelelahan, saya ingin menjenguk beliau," ujar Prabowo sebelum masuk ke dalam gedung RSPAD Gatot Subroto. Mantan Danjen Kopassus tersebut menilai pertemuan dengan SBY ini merupakan hal yang wajar. Prabowo mengaku kunjungannya juga untuk menjalin komunikasi politik. "Ya ini kan musim politik ya, jadi saya kira wajar kalau kita menjalin komunikasi," tutur Prabowo.
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta Berkibarnya bendera negara-negara peserta Asian Games yang menggunakan tiang bambu sempat menuai cemooh. Namun, Anies Baswedan memerintahkan bendera negara-negara peserta Asian Games yang menggunakan tiang bambu untuk dipasang kembali. Instruksi ini dia sampaikan melalui sebuah memo untuk Wali Kota Jakarta Utara Syamsudin Lologau. "Lewat memo ini saya instruksikan untuk dipasang kembali. Harap pastikan keamanan dan kerapiannya. Terima kasih," tulis Anies, Selasa (17/7). Dalam memo tersebut, Anies mengatakan pemasangan bendera tersebut merupakan inisiatif warga. Menurut dia, seharusnya niat baik warga tidak direndahkan. Anies ingin masyarakat bisa ikut merayakan Asian Games sesuai dengan kemampuan mereka. "Bambunya memang bekas, tapi ketulusannya original. Bambunya agak melengkung, tapi niat mereka lurus. Bambunya pendek, tapi semangat mereka tinggi sekali," lanjut Anies dalam memonya itu.
Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR Tumben Fahri Hamzah mengkritik kubu oposisi. Fahri menilai Prabowo kurang lihai dalam mengolah data untuk menunjukkan kelemahan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Padahal, menurut Fahri, ada banyak kekurangan dari pemerintahan Jokowi yang bisa menjadi amunisi bagi kubu Prabowo untuk mengkritik pada kampanye Pilpres 2019. Jika masalah ini tidak berubah, Fahri meyakini Joko Widodo akan kembali memenangi pilpres. "Kalau yang masih ada ini, misalnya grupnya Pak Prabowo, kelihatan Pak Prabowo belum lincah. Kurang lincah. Kalau Pak Prabowo
ngadepin Jokowinya kayak begini, dia enggak bakal menang," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/7). Ia mengatakan, semestinya Prabowo lebih lihai dalam memanfaatkan data dan lebih sering tampil di depan publik untuk menunjukkan perekonomian Indonesia yang terpuruk. Fahri menambahkan, pemerintahan Jokowi melalui Badan Pusat Statistik (BPS) bisa saja merilis data yang menunjukkan seolah perekonomian membaik. Namun, jika kubu Prabowo jeli, ia meyakini data-data tersebut bisa dibantah kemudian ditunjukkan kekurangan dari pemerintah. "Cuma itu belum tampak. Jadi ini nasibnya bisa jadi kaya Kroasia. Petahana enggak jebol. Padahal sebenarnya, kesalahan petahana itu banyak. Harusnya oposisi lebih kreatif," lanjut dia.
Tito Karnavian, Kepala Polisi RI Tito Karnavian membantah ucapan Bachtiar Nasir yang menyebut dirinya mendukung sistem pemerintahan khilafah. Menurut Tito, Bachtiar salah mengartikan ucapannya itu. Video ucapan Bachtiar tersebut diunggah ke dunia maya, kemudian viral. Di dalam video tersebut, kata Tito, Bachtiar menyebut bahwa dirinya menyatakan sistem demokrasi saat ini sudah rusak. Sehingga, sistem khilafah dirasa paling pas untuk Indonesia lantaran demokrasi liberal dianggap tak benar. "Saya berdiskusi dengan orang yang berkompeten itu, yaitu Kapolri Prof Dr Tito Karnavian. Dia mengatakan demokrasi ini sudah rusak. Oleh karena itu, harus diganti sistem khilafah," sebut Tito, menirukan ucapan Bachtiar. Berkaitan dengan video tersebut, Tito langsung mengirim pesan singkat kepada Bachtiar. Tito mengatakan kepada Bachtiar bahwa selama ini dirinya menganggap Bachtiar orang cerdas, namun kemudian kesan itu hilang. "Saya langsung (kirim pesan) WhatsApp ke yang bersangkutan. 'Ustad itu saya anggap orang yang cerdas, negarawan. Tapi begitu saya melihat kata-kata ustad di situ (video), hilang kesan saya. Ternyata ustad tidak secerdas yang saya lihat'," kata Tito di Jakarta, Selasa (17/7). Tito menegaskan, dirinya tidak pernah mendukung ideologi khilafah. Bahkan, ia dengan tegas memandang ideologi khilafah berbahaya. "Yang saya sampaikan demokrasi liberal saat ini kalau kebablasan bisa menjadi pemecah bangsa ini, tapi saya tidak mengatakan ganti (dengan sistem) khilafah. Tidak sama sekali," sebut Tito.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi