5 Newsmakers: Dewie Yasin Limpo hingga Yusril



Dalam sepekan banyak peristiwa terjadi, banyak tokoh pembuat berita yang datang dan pergi. Mungkin saja ada peristiwa  lama yang muncul dengan tokoh baru, bisa juga peristiwa baru dengan tokoh lama. Selama sepekan (19—23 Oktober 2015) telah terjadi berbagai kemungkinan. Inilah lima newsmakers  yang membuat kita tidak bisa berpaling dari mereka selama sepekan.

Dewie Yasin Limpo,  Anggota DPR RI asal Fraksi Partai Hanura Selasa lalu (20/10) kita dikejutkan media dengan berita  penangkapan Dewie Yasin Limpo dan stafnya berinisial BWH oleh Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK.  Penyelidik KPK menangkap keduanya ketika hendak pergi ke luar kota. Dewi ditangkap atas sangkaan menerima suap terkait proyek pembangkit listrik tenaga micro-hydro di Kabupaten Deiyai, Papua, dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.  Ujung atas penetapan tersangka, Partai Hanura memecat Dewie dari keanggotaan partai dan jabatan kepengurusan DPP, diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di DPR RI.


Hidayat Nur Wahid, Anggota Komisi VIII DPR Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, sebagaimana diberitakan media,   Hidayat Nur Wahid menuding pemerintah sebagai penyebabnya. "Pemerintah yang sebabkan perlambatan ini," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/10/2015). Hidayat mencontohkan pembahasan anggaran bersama mitra kerja di komisinya. Menurut dia, banyak perubahan yang disampaikan mitra kerja Komisi VIII di tengah-tengah proses pembahasan. Menurut Hidayat, pemotongan ini berdampak pada perubahan postur anggaran di tengah-tengah pembahasan. Pembahasan pun harus kembali diulang. Sedianya, RAPBN 2016 disahkan pada Kamis (15/10) sebelum Presiden Joko Widodo berangkat ke Amerika Serikat. Namun, pengesahan ini harus ditunda sampai Jumat (30/10/2015), sebelum DPR memasuki masa reses.

Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan tanggapan mengenai adanya pandangan yang menilai penetapan Hari Santri Nasional akan memecah umat Islam. Meski tidak sependapat mengenai penilaian itu, Lukman meminta kekhawatiran itu tetap dijadikan pertimbangan. "Pandangan itu kita hormati, kita hargai dan dimaknai secara positif bahwa itu warning bagi kita dan khususnya kaum santri, untuk tidak memaknai ini sebagai bagian atau cara yang menyebabkan kita terpecah belah," ujar Lukman, seusai deklarasi Hari Santri Nasional di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (22/10). Menurut Lukman, kekhawatiran akan terjadi perpecahan tersebut seharusnya dicamkan khususnya oleh para santri. Hal itu menunjukkan bahwa santri memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga dan mempertahankan NKRI.

Yuddy Chrisnandi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengingatkan kembali akan sanksi pemecatan yang bakal diberikan kepada aparatur sipil negara (ASN) yang memihak dalam pemilihan kepala daerah serentak.  "'Kalau sudah terlalu fatal, secara masif, tindakan-tindakan di luar kewajiban netralitasnya, bisa diberhentikan baik dengan hormat maupun tidak hormat," kata Yuddy di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat (23/10). Untuk mengawasi netralitas ASN dalam pilkada, pemerintah membentuk satuan tugas pengawasan. Menurut Yuddy, satgas ini nantinya berwenang merekomendasi jenis sanksi yang mungkin diberikan. Selain terkena ancaman pemecatan, sanksi lainnya adalah  pencopotan dari jabatannya.

Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Bulan Bintang Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra mendesak Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali rencana kunjungannya ke Amerika Serikat pada akhir bulan Oktober 2015. Pasalnya, masalah kebakaran lahan dan hutan yang mengakibatkan kabut asap belum selesai.  "Presiden harusnya fokus menyelesaikan masalah dalam negeri, terutama bencana kebakaran hutan yang kini telah menimbulkan korban jiwa, ancaman kesehatan, dan kerusakan lingkungan yang amat parah bagi kehidupan," kata Yusril di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (23/10). Kunjungan Jokowi ke AS, meskipun untuk memenuhi undangan Presiden Barack Obama, selayaknya ditunda karena tidak ada hal mendesak untuk dibicarakan. "Dalam situasi (bencana asap) seperti ini, Jokowi harusnya malu berkunjung ke AS," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi